Teori Fungsionalisme Kebudayaan (Teori Fungsionalisme Malinowski)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Teori fungsionalisme kebudayaan atau "a functional theory of culture" merupakan salah satu teori dalam antropologi yang banyak digunakan oleh para ahli antropologi (antropolog), bahkan banyak digunakan juga oleh para mahasiswa sebagai landasan teori serta untuk menganalisa data penelitian untuk keperluan penulisan karya ilmiah. Teori fungsionalisme kebudayaan pada intinya menyebutkan bahwa segala aktivitas kebudayaan sebenarnya bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Adalah Bronislaw Malinowski (1884 - 1942), lahir di Krakow, Austria-Hongaria (sekarang disebut Polandia), seorang tokoh antropologi yang menggagas dan berhasil mengembangkan teori fungsionalisme dalam ilmu antropologi. Yang melatar-belakangi lahirnya teori fungsionalisme adalah karena masih didapatkannya kelemahan-kelemahan pada teori-teori sebelumnya, seperti teori evolusi, teori difusi, dan teori sejarah kebudayaan. Kelemahan dari teori-teori tersebut muncul antara lain karena studi-studi yang dilakukan tidak membandingkan dengan kebudayaan-kebudayaan yang saling berdekatan, akan tetapi lebih kepada data yang telah tersedia dalam budaya itu sendiri, dan tidak dilakukannya penelitian lapangan untuk untuk memperoleh sata tersebut sehingga kesimpulan dari penelitian yang dilakukan seakan-akan bersifat spekulatif. 

Teori fungsionalisme lahir dan dikembangkan oleh Malinowski melalui penelitian lapangan. Ia memilih kepulauan Trobriand di wilayah Pasifik sebagai tempat penelitiannya. Obyek penelitian yang dikalukan oleh Malinowski adalah tentang sistem Kula, yaitu berdagang yang disertai upacara ritual yang dijalani oleh penduduk di kepulauan Trobriand dan kepulauan di sekitarnya. Masyarakat kepulauan Trobriand melakukan perdagangan dengan cara tukar menukar (barter) berbagai barang, seperti bahan makanan, hasil kerajinan, alat-alat perikanan, dan lain-lain termasuk dan paling menonjol adalah pertukaran perhiasan yang bernilai tinggi di antara masyarakatnya. Sarana yang digunakan oleh masyarakat kepulauan Trobriand dalam melakukan perdagangan adalah dengan menggunakan perahu kecil bercadik, mereka berperahu menuju pulau lainnya yang cukup jauh untuk melakukan perdagangan tersebut. Dari hasil penelitian inilah Malinowski melahirkan satu karya tulisan yang berjudul "Argonauts of the Western Pacific", yang banyak dikagumi oleh para ahli antropologi.

"Argonauts of the Western Pacific" merupakan bentuk karangan etnografi dari Malinowski yang ditulisnya dari hasil penelitian lapangan tentang sistem kola (perdagangan) masyarakat kepulauan Trobriand. Dalam tulisannya tersebut disebutkan adanya keterkaitan sistem perdagangan (ekonomi) dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya, seperti kepercayaan, sistem kekerabatan, dan organisasi sosial yang berlaku pada masyarakat Trobriand. Dari berbagai aspek tersebut terbentuk kerangka etnografi yang saling berkaitan satu sama lain  melalui fungsi dari aktivitas tersebut. Atau dengan kata lain pokok dari tulisan tersebut Malinowski menegaskan sebagai bentuk etnografi yang berintegrasi secara fungsional. 

Dalam teori fungsionalisme kebudayaan, Malinowski menekankan pentingnya penelitian dengan turun langsung ke lapangan ke tengah-tengah obyek masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa mereka agar dapat memahami apa yang obyek lakukan sesuai dengan konsep yang berlaku pada masyarakat itu sendiri serta kebiasaan yang dikembangkan menjadi metode adalah pencatatan. Mencatat seluruh aktifitas dan  kegiatan atau suatu kasus yang konkret dari unsur kehidupan. Selain itu, yang patut para peneliti miliki menurut Malinowski adalah kemampuan keterampilan analitik agar dapat memahami latar dan fungsi dari aspek yang diteliti, adat, dan pranata sosial dalam masyarakat. Konsep tersebut dirumuskan ke dalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek kebudayaan, yaitu :
  • saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap aspek lainnya.
  • konsep oleh masyarakat yang bersangkutan.
  • unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara fungsional.
  • esensi atau inti dari kegiatan atau aktifitas tersebut tidak lain adalah fungsi untuk pemenuhan kebutuhan dasar biologis manusia.

Melalui tingkatan abstraksi tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala kegiatan atau aktivitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.

Malinowski berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia adalah sama, baik itu kebutuhan yang  bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis, dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Sebagai contoh, kebutuhan biologis manusia yang pada dasarnya merupakan kebutuhan pokok, tetapi tidak serta merta dilakukan atau dipenuhi secara sembarangan. Kondisi pemenuhan kebutuhan tidak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat, yang dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan-tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan yang pada akhirnya memunculkan tradisi upacara pernikahan, tata cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut. Hal inilah yang kemudian menguatkan teori dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan. Ada tiga tingkatan yang oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam bentuk budaya, yaitu :
  • Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan pangan dan prokreasi.
  • Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan hukum dan pendidikan.
  • Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan kesenian.

Demikian penjelasan berkaitan dengan teori fungsionalisme kebudayaan (teori fungsionalisme malinowski).

Semoga bermanfaat.