Perbedaaan Dan Persamaan Antara Gratifikasi Dan Suap

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pengertian Gratifikasi. Gratifikasi, dalam penjelasan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tgunanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yag dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Pengertian Suap. Pasal 3 Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, menyebutkan bahwa :
  • barang siapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga  bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000 (limabelas juta rupiah). 

Dari ketentuan tersebut di atas, suap dapat diartikan sebagai suatu tindakan dengan memberikan sejumlah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas yang dipercaya, serta membujuknya untuk merubah kebijakan berdasarkan otoritasnya demi keuntungan orang yang memberikan uang atau barang atau perjanjian lainnya sebagai kompensasi atas sesuatu uang ia inginkan guna menutupi ketentuan lainnya yang masih kurang.

Perbedaan antara Gratifikasi dan Suap. Selain dari definisi gratifikasi dan suap yang merupakan batasan di antara keduanya, perbedaan antara gratifikasi dan suap terletak pada pengaturan serta ancaman sanksi dari masing-masing tindak pidana gratifikasi dan suap tersebut. Perbedaan antara gratifikasi dan suap adalah sebagai berikut :

1. Pengaturan Hukum.

* Gratifikasi.
Gratifikasi diatur di dalam :
  • Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 
  • Peraturan Menteri Kuangan Republik Indonesia Nomor : 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
* Suap.
Suap diatur di dalam :
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 Nomor : 73).
  • Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. 
  • Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 
  • Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. 

2. Ancaman Sanksi.

* Gratifikasi.
Ancaman sanksi gratifikasi, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 B ayat (2) Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 adalah :
  • pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
* Suap.
Ancaman sanksi suap, menurut :
  • Pasal 3 Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 1980 adalah pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000.000,00 (limabelas juta rupiah).
  • Pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,00 (empat ribu limaratus rupiah).
  • Pasal 11 Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 adalah pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (duaratus limapuluh juta rupiah).

Perbedaan yang lain dari gratifikasi dan suap adalah gratifikasi masih merupakan sesuatu yang boleh (zaakwarneming) asalkan tidak bertentangan dengan kewajiban dan wewenang serta melaporkannya pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Persamaan antara Gratifikasi dan Suap. Selain dari perbedaan sebagaimana tersebut di atas, antara gratifikasi dan suap terdapat juga suatu persamaannya. Persamaan antara gratifikasi dan suap adalah :
  • keduanya, antara gratifikasi dan suap, sama-sama menjadikan jabatan, kekuasaan, dan wewenang sebagai motif dari suatu pemberian atau hadiah.  

Perbedaan antara Gratifikasi dan Suap Menurut Ahli/Praktisi Hukum. Beberapa ahli atau praktisi hukum memberikan pandangannya terhadap perbedaan antara gratifikasi dan suap, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Prof. Dr. Eddy Omar Syarif, SH, MH.
Menyatakan bahwa perbendaan antara gratifikasi dan suap terletak pada ada atau tidak "meeting of mind" pada saat penerimaan. Meeting of mind adalah konsensus atau hal yang bersifat transaksional.
  • Pada tindak pidana suap, terdapat meeting of mind antara pemberi dan penerima suap.
  • Pada tindak pidana gratifikasi, tidak terdapat meeting of mind antara pemberi dan penerima gratifikasi.

2. Drs. Adami Chazawi, SH.
Memberikan penajaman perbedaan delik gratifikasi dengan suap.
  • Pada suap, pihak penerima telah mempunyai niat jahat (mens rea) pada saat uang atau barang diterima.
  • Pada gratifikasi, belum ada niat jahat (mens rea) dari pihak penerima pada saat uang atau barang diterima. Niat jahat dinilai ada ketika gratifikasi tersebut tidak dilaporkan dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari kerja, sehingga setelah melewati waktu tersebut dianggap suap, sampai dibuktikan sebaliknya. 

3. Djoko Sarwoko, SH, MH.
Menurutnya antara suap dan gratifikasi adalah berbeda.
  • Dalam suap, penerimaan sesuatu dikaitkan dengan untuk berbuat atau tidak berbuat yang terkait dengan jabatannya. 
  • Dalam gratifikasi, dapat disamakan dengan konsep "self assessment", seperti kasus perpajakan yang berbasis pada kejujuran seseorang.
Menurut Djoko Sarwoko, SH, MH, dalam kasus tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK, ketika  tersangka melaporkan setelah ditangkap KPK sedangkan perbuatan yang mengindikasikan "meeting of mind" sudah terjadi sebelumnya, maka hal tersebut tidak dapat disebut gratifikasi. Pelaporan gratifikasi dalam jangka waktu 30 (tigapuluh) hari tersebut harus ditekankan pada kesadaran dan kejujuran dengan itikad baik.

Semoga bermanfaat.