Pengertian Suap, Aturan Hukum Dan Dampak Suap

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Suap, pada umumnya berbentuk pemberian uang atau barang atau dalam bentuk lain, banyak dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Suap yang dilakukan oleh seseorang (penyuap) biasanya ditujukan untuk mempengaruhi pengambilan suatu keputusan dari orang  yang disuap (penerima suap). Yang dimaksud dengan :
  • Penyuap (orang yang memberikan suap) adalah orang memberi hadian atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.
  • Penerima suap adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Pengertiap Suap. Apa yang dimaksud dengan suap ? Banyak definisi yang menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan suap. Pada dasarnya suap dapat diartikan sebagai suatu perbuatan memberikan sejumlah uang atau barang atau dengan bentuk lainnya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan (otoritas) disertai dengan bujukan untuk merubah sesuatu berdasarkan kekuasaan (otoritas)-nya demi keuntungan  orang yang memberi uang atau barang tersebut sebagai kompensasi sesuatu yang dia inginkan untuk menutupi tuntutan lainnya yang masih kurang.

Dalam buku saku memahami tindak pidana korupsi "Memahami untuk Membasmi" yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa suap adalah setiap orang yang memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Dari pengertian suap tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa unsur dari suap, yaitu :
  • setiap orang. 
  • memberi sesuatu.
  • kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
  • karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. 

Sementara menurut pendapat beberapa ahli, yang dimaksud dengan suap, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Chairul Huda.
Suap adalah perbuatan menerima hadiah oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara karena telah berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Menurut Chairul Huda, untuk membuktikan adanya perbuatan suap haruslah dibuktikan :
  • adanya hadiah yang diterima oleh si penerima hadiah (pegawai negeri atau penyelenggara negara). 
  • adanya hubungan sebab akibat (kausalitas), maksudnya antara pemberian dan perbuatan yang dilakukan oleh si penerima hadiah harus ada hubungan sebab dan akibatnya. Atau dengan kata lain, harus ada kesepakatan tentang suatu hal, maksud dari pemberi dengan apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh si penerima hadiah.
  • harus ada kesengajaan perbuatan penerimaan hadiah dengan yang dilakukan oleh si penerima hadiah. Kesengajaan tersebut harus dibuktikan, jika tidak maka delik suap tidak terbukti.
Chairul Huda menjelaskan bahwa bisa dikatakan telah terjadi suap apabila hadiah atau janji tersebut terbukti telah diterima oleh penerima suap. Karena dalam konteks hukum pidana, kata meneria tertuju dalam penguasaan secara fisik terhadap hadiah atau janji yang telah diterima yang bersangkutan. Selain secara fisik, Chairul Huda juga menegaskan, penguasaan pemberian melalui transfer juga dapat dikatakan telah menerima hadiah, meskipun hadiah dimaksud tidak terligat secara fisik. Sehingga, jika hadiah belum diterima baik secara fisik maupun yuridis, maka belum dikatakan terjadi suap.

2. Dr. Yusuf Qordhawi.
Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan apapun untuk menyukseskan perkaranya dengan mangalahkan lawannya sesuai dengan yang diinginkan atau memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan musuhnya.

Sedangkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang dimaksud dengan suap menurut Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, adalah :
  • tindakan memberikan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum (Pasal 2).
  • menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum (Pasal 3).

Aturan Hukum tentang Suap. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang suap, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, suap diatur dalam ketentuan :
  • Pasal 209 dan 210 yang merupakan delik penyuapan aktif. Yang dimaksud dengan penyuapan aktif adalah pihak yang memberikan atau menjanjikan sesuatu, baik berupa uang maupun barang. Penyuapan ini terkait erat dengan sikap batin subyek hukum berupa niat (oogmerk) yang bertujuan untuk menggerakkan seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara agar ia dalam jabatannya berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
  • Pasal 418, 419, dan 420 yang merupakan delik penyuapan pasif. Yang dimaksud dengan penyuapan pasif adalah pihak yang menerima pemberian atau janji baik berupa uang maupun barang dalam hal ini adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara. Apabila pegawai negeri  tersebut menerima pemberian atau janji berarti pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut akan menanggung beban moril untuk memenuhi permintaan pihak yang memberi atau yang menjanjikan tersebut.

2. Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap tersebut di atas.

3. Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001
Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga mengatur tentang suap sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11 dan Pasal 12. Secara spesifik ketentuan yang mengatur tentang :
  • delik suap aktif, diatur dalam ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999.
  • delik suap pasif, diatur dalam ketentuan Pasal 12 B dan Pasal 12 C Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001.

Dampak Suap. Suap merupakan tindakan yang tidak dibenarkan baik menurut hukum negara maupun menurut hukum agama. Apabila tidak ditangani dan dilakukan penindakan dengan tegas, suap dapat berdampak sebagai berikut :
  • hilangnya keadilan.
  • hilangnya kejujuran.
  • hilang atau menurunnya kualitas masyarakat suatu negara.
  • timbul sikap pesimis dalam masyarakat, karena sebagian besar masyarakat akan merasa percuma, kalah sebelum bertanding karena suap.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku yang memberi suap (delik suap aktif) dan yang menerima suap (delik suap pasif) adalah subyek tindak pidana korupsi dan penempatan status sebagai subyek ini tidak memiliki sifat eksepsionalitas yang absolut.

Semoga bermanfaat.