Pembatasan atau pengecualian berlakunya hukum pidana Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) sendiri. Sifat berlakunya hukum pidana Indonesia dibatasi dalam dua hal, yaitu :
- Pembatasan menurut hukum internasional.
- Pembatasan menurut hukum nasional.
1. Pembatasan Hukum Pidana Indonesia Menurut Hukum Internasional.
Pasal 9 KUH Pidana menyebutkan :
- Berlakunya pasal 2 sampai dengan 5, 7 dan 9 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.
Ketentuan-ketentuan hukum internasional yang diakui tidak selalu merupakan hukum tertulis, hukum tidak tertulis seperti kebiasaan-kebiasaan internasional dapat juga dianggap sebagai hukum apabila ada penunjukkan dari undang-undang.
Seperti diketahui, bahwa dalam hukum internasional :
- diakui adanya kesamaan hak dari setiap negara yang berdaulat.
- berlaku suatu asas, bahwa terhadap mereka yang melakukan tugas perwakilan kenegaraan di luar negaranya, mereka kebal terhadap hukum negara di mana mereka bertugas.
Kekebalan terhadap mereka yang bertugas mewakili negaranya terhadap hukum negara di mana mereka ditugaskan, lazim disebut dengan hak eksteritorialitas. Hak eksteritorialitas ini berasal dari suatu fiksi, bahwa di manapun mereka yang bertugas mewakili negaranya selalu dianggap sebagai berada di negaranya sendiri.
Namun demikian, dalam banyak kasus pengecualian terhadap berlakunya hukum asing tidak selamanya dikaitkan kepada teritoir atau wilayah (daerah), melainkan banyak hal yang berkaitan dengan orangnya sendiri selaku pejabat yang mewakili negaranya. Sehingga pemakaian istilah hak eksteritorialitas sebenarnya kurang tepat.
Bagaimana apabila seseorang dari mereka yang mendapat hak eksteritorialitas atau hak pengecualian tersebut melakukan suatu tindak pidana di negara asing ? Dalam kondisi demikian, untuk penyelesaiannya seseorang yang melakukan tindak pidana tersebut akan di-persona non grata-kan, yang ditempuh melalui saluran-saluran diplomatik. Sehingga ia yang melakukan tindak pidana tersebut ditarik kembali ke negaranya.
KUH Pidana tidak menjelaskan siapa dan daerah mana yang dianggap mempunyai hak eksteritorialitas. Pasal 9 KUH Pidana tersebut di atas hanya menunjuk pada hukum internasional yang diakui oleh Indonesia. Sesuai dengan ketentuan hukum internasional tersebut, yang diakui mempunyai hak eksteritorialitas atau kekebalan hukum terhadap hukum negara asing adalah :
KUH Pidana tidak menjelaskan siapa dan daerah mana yang dianggap mempunyai hak eksteritorialitas. Pasal 9 KUH Pidana tersebut di atas hanya menunjuk pada hukum internasional yang diakui oleh Indonesia. Sesuai dengan ketentuan hukum internasional tersebut, yang diakui mempunyai hak eksteritorialitas atau kekebalan hukum terhadap hukum negara asing adalah :
- Kepala negara asing, dalam kedudukannya selaku kepala negara.
- Duta asing, yaitu pejabat yang mewakili pemerintah negara asing.
- Konsul-konsul asing, yaitu pejabat-pejabat yang bertugas melindungi kepentingan negaranya yang berada di suatu negara asing di mana pejabat tersebut ditempatkan.
- Anggota kesatuan angkatan perang asing yang bertugas di suatu negara atas persetujuan pemerintah negara yang dikunjunginya.
- Gedung-gedung, termasuk pekarangan tertutup dan segala benda yang ada di atasnya dari kedutaan asing.
- Benda-benda bergerak yang digunakan oleh orang-orang yang mempunyai hak eksteritorialitas.
- Kapal-kapal perang asing dan kapal-kapal asing yang khusus digunakan dalam rangka tugas kenegaraan asing.
2. Pembatasan Hukum Pidana Indonesia Menurut Hukum Nasional.
Dalam hukum nasional dikenal juga adanya pembatasan berlakunya ketentuan hukum pidana Indonesia, antara lain :
- Tidak dapat dituntutnya seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena hal-hal yang dibicarakannya dalam sidang-sidang DPR dalam kedudukannya selaku wakil rakyat.
Seperti diketahui, bahwa setiap anggota DPR mempunyai hak imunitas, yaitu kekebalan hukum di mana anggota DPR tidak dapat dituntut di pengadilan karena pernyataan atau pendapat yang dikemukakan baik secara lisan maupun tulisan dalam rapat-rapat DPR. Atau dengan kata lain, hak imunitas anggota DPR hanya dapat digunakan ketika seorang anggota DPR menyampaikan statemen/pernyataan/pendapat berkaitan dengan pelaksanaan kinerja mereka. Hak imunitas anggota DPR ini hanya berlaku sepanjang mereka tidak melanggar dan bertentangan dengan peraturan tata tertib dan kode etik. Hak imunitas anggota DPR juga tidak berlaku, apabila anggota DPR yang bersangkutan terlibat dalam kasur korupsi.
Semoga bermanfaar.