Tuanku Tambusai, lahir di Dalu-Dalu Kabupaten Kampar, pada tanggal 5 Nopember 1784, dengan nama asli Muhammad Saleh (Hamonangan Harahap). Ayahnya adalah seorang ulama besar di Kerajaan Tambusai yang bernama Imam Maulana Kadhi, dan ibunya bernama Munah. Sejak kecil beliau dididik dengan pelajaran agama Islam yang ketat.
sumber : wikipedia.com |
Menginjak usia dewasa, Tuanku Tambusai pergi ke daerah Bonjol dan Rao Sumatera Barat untuk memperdalam ilmu agamanya. Di sinilah beliau banyak belajar agama Islam dengan ulama-ulama Paderi, hingga beliau mendapatkan gelar fakih.
Perjuangan Tuanku Tambusai di jalur agama, yaitu dengan menyebarkan agama Islam di daerah-daerah yang masyarakatnya belum banyak mengenal ajaran Islam, seperti di daerah Tapanuli Selatan, dan sebagian besar tanah Batak. Bersama dengan Tuanku Rao, beliau mengembangkan ajaran Islam di daerah Rao Air Bangis, Padang Lawas dan sekitarnya. Sedangkan di daerah-daerah yang masyarakatnya sudah banyak memeluk agama Islam, beliau berusaha meluruskan pemahaman tentang Islam di masyarakat agar sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Rosulullah. Perjuangan Tuanku Tambusai dalam syiar agama Islam bukannya tanpa halangan. Banyak tantangan dan halangan yang beliau hadapi, beliau pernah diusir dari tanah karena dianggap sebagai pengacau, bahkan di tanah kelahirannya sendiri, di daerah Dalu-Dalu, beliau dimusuhi oleh pejabat setempat.
Pada saat Belanda berusaha menguasai daerah Sumatera Barat, Tuanku Tambusai bersama dengan gurunya Tuanku Imam Bonjol melakukan perlawanan dengan berjuang melawan Belanda, hingga meletuslah perang yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan Perang Paderi. Tuanku Tambusai berperang dengan semangat juang yang tinggi dan gigih. Perjuangannya melawan Belanda dimulai di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya dengan pusat pertahanannya di Benteng Dalu-Dalu.
Sepeninggalan Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai tetap melanjutkan perjuangannya dalam melawan Belanda. Tahun 1823 beliau melanjutkan perlawanannya terhadap Belanda ke wilayah Natal. Pada tahun 1824, Tuanku Tambusai memimpin pasukan gabungan dari Dalu-Dalu, Lubuksikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing, dan Natal untuk melawan Belanda. Pada tahun 1832, beliau memimpin Perang Paderi. Dalam kurun waktu 15 tahun berperang melawan Belanda, telah membuat Belanda kerepotan dan mengalami banyak kerugian. Pasukan Tambusai berhasil menghancurkan Benteng Belanda Fort Amerongen. dan daerah Bonjol dapat direbut kembali oleh Tuanku Tambusai dan pasukannya. Karena ketangguhannya tersebut, Tuanku Tambusai mendapat gelar De Padrische Tijger van Rokan, yang artinya Harimau Paderi dari Rokan.
Pada tanggal 28 Desember 1838, Benteng Dalu-Dalu yang dikenal sebagai markas besar Tuanku Tambusai berhasil ditaklukkan dan jatuh ke tangan Belanda. Tetapi Tuanku Tambusai dapat meloloskan diri dari kepungan tentara Belanda. Beliau selanjutnya mengungsi ke Malaysia dan pada tanggal 12 Nopember 1882, Tuanku Tambusai wafat di Saremban, Negeri Sembilan Malaysia.
Atas jasa-jasa beliau dalam perjuangannya melawan Belanda, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi gelar kepada Tuanku Tambusai sebagai Pahlawan Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 071/TK/1995, tanggal 7 Agustus 1995. Selain itu, nama beliau diabadikan sebagai nama jembatan yang menghubungkan Pulau Rempang dan Pulau Galang Barelang di Kepulauan Riau.
Semoga bermanfaat.