Suku Asmat merupakan suku asli daerah Papua, Indonesia. Suku Asmat merupakan suku terbesar dan terkenal diantara banyak suku yang hidup di Papua. Populasi suku Asmat terbagi menjadi dua, mereka yang berdiam di daerah sepanjang pantai dan mereka yang berdiam di pedalaman dataran rendah yang berawa-rawa. Oleh karena perbedaan tempat tersebut, masing-masing masyarakat suku Asmat mempunyai perbedaan dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial, dan ritual.
Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan dewa Fumeripitsy yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam setiap hari. Suku Asmat berkeyakinan bahwa dewa nenek moyang meraka dulu mendarat di bumi di satu tempat yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun, dewa nenek moyang mereka sampai di tempat yang sekarang mereka diami.
Suku Asmat terkenal dengan kekhasan masyarakatnya dalam membuat aneka ukiran kayu. Ukiran kayu suku Asmat telah dikenal sejak dahulu, yaitu sekitar tahun 1700-an. Seni pahat bagi suku Asmat bukan sekedar kerajinan, melainkan bagian yang tidak terpisahkan dari unsur-unsur keyakinan mereka. Desain dari ukiran suku Asmat selalu mengandung makna tertentu yang berhubungan degan kepercayaan yang mereka anut. Biasanya pahatan yang mereka buat bertemakan nenek myang dari suku mereka yang biasa disebut mbis. Atau sering juga ditemui ornamen lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Jadi pada intinya ukiran-ukiran kayu tersebut menggambarkan kehidupan mereka saat ini dengan kehidupan alam lain yang merupakan tempat para arwah leluhur bersemayam.
Suku Asmat mempunyai kebiasaan dan budaya untuk selalu memberikan penghormatan kepada para orang tua atau para leluhurnya yang telah meninggal dunia dan hidup di alam lain (alam gaib). Bentuk dari penghormatan suku Asmat terhadap para leluhurnya yang telah meninggal dunia tersebut diwujudkan dengan cara membuat sebuah patung sebagai persembahan dan media komunikasi dengan mereka. Patung tersebut menggambarkan kehidupan alam lain di dunia. Salah satu ciri utama patung yang dibuat oleh suku Asmat adalah selalu berbentuk manusia yang diberi hiasan dengan desain yang diulang-ulang.
Patung yang dibuat oleh suku Asmat mempunyai nilai seni yang sangat tinggi, walaupun bentuknya terkesan sederhana. Bahan baku yang digunakan untuk membuat patung tersebut berasal dari kayu pohon bakau yang usianya sudah tua. Bagi suku Asmat, hanya kayu jenis ini yang kualitasnya paling baik untuk dibuat patung.
Peralatan yang digunakan dalam membuat patung tersebut sangatlah sederhana. Dalam memahat kayu menjadi patung yang bernilai seni tinggi, suku Asmat hanya menggunakan kulit siput, kapak dari batu, gigi atau tulang binatang yang dibuat menjadi pisau. Di sinilah kelebihan yang dimiliki oleh suku Asmat. Sedangkan dalam pemberian warna, pemahat dari suku Asmat hanya menggunakan tiga warna, yaitu warna merah, hitam dan putih. Bukan tanpa sebab mereka hanya menggunakan tiga warna tersebut. Bagi suku Asmat, ketiga warna tersebut mempunyai makna tersendiri. Warna merah adalah simbul perang dan balas dendam, warna hitam mempunyai arti kepala manusia, sedangkan warna putih bermakna alam kehidupan setelah manusia meninggal dunia.
Penyatuan dari ketiga warna tersebut, yaitu merah, hitam, dan putih melahirkan makna manusia itu selalu dihinggapi keiinginan untuk melakukan serangan (perang) dan selalu punya perasaan dendam yang berpusat di kepala (otak atau pikirannya). Selanjutnya setelah meninggal dunia, manusia akan menjalani kehidupan lagi di alam yang berbeda.
Semoga bermanfaat.