Indonesia mempunyai keaneka-ragaman suku, budaya, dan adat istiadat. Masing-masing daerah memiliki adat dan kebiasaannya sendiri yang tidak dijumpai di daerah lain. Adat dan kebiasaan di tiap-tiap daerah tersebut biasanya banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakatnya dan kondisi geografis daerahnya. Seperti halnya di kota Magelang, Jawa Tengah. Kota Magelang merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang dikelilingi oleh lima gunung sekaligus, yaitu gunung Merapi, gunung Merbabu, gunung Andong, gunung Sumbing, dan gunung Menoreh. Karena kondisi geografisnya tersebut, banyak masyarakat kota Magelang, terutama di desa-desa pinggiran bermata pencaharian sebagai petani.
Masyarakat petani di kota Magelang mempunyai keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh masyarakat petani di daerah lain di Indonesia. Salah satunya adalah dalam hal merayakan tibanya musim panen. Untuk memeriahkan setiap kali tibanya musim panen, para petani setempat mengadakan perayaan yang bertajuk Festival Lima Gunung. Perayaan tersebut biasanya diadakan pada saat musim panen di setiap pertengahan tahun, yang diadakan oleh Komunitas Lima Gunung. Sebuah komunitas yang dibentuk oleh para petani setempat. Festival Lima Gunung selain sebagai ajang silaturahmi antar pertani, juga sebagai ajang ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang didapatnya.
Festival Lima Gunung merupakan wujud kreativitas masyarakat petani setempat, yang melibatkan ribuan anggota komunitas yang tergabung dalam berbagai kelompok kesenian rakyat, yang berada di berbagai desa di kaki lima gunung tersebut. Meskipun sehari-hari bekerja sebagai petani, minat dan kepedulian mereka terhadap seni dan budaya masyarakatnya begitu tinggi. Setiap kali festival diadakan, masyarakat sekitar lima gunung tersebut akan berlomba-lomba ikut serta mengisi dan memeriahkan festival dengan beraneka ragam kegiatan seni dan budaya.
Festival Lima Gunung diadakan di sebuah lapangan yang telah ditunjuk dan disepaki besama oleh para anggota Komunitas Lima Gunung. Sederhana, tidak ada panggung mewah atau seperangkat sound sistem dan tata lampu yang berteknologi masa kini. Hanya sebuah lapangan yang dihiasi dengan rangkaian bunga dan dedaunan yang dibuat sendiri oleh para anggota komunitas. Para penonton menyaksikan jalannya acara dengan berdiri di pinggir lapangan, dengan tidak dipungut biaya apapun alias gratis. Para tamu yang hadir dalam acara itupun disuguhi dengan aneka makanan dan maniman yang berasal dari hasil panen para petani setempat. Biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan festival inipun tidaklah besar, karena semua biaya ditanggung bersama oleh para anggota komunitas dengan suka rela. Tapi hal itu tidak mengurangi kemeriahan acara Festival Lima Gunung tersebut.
Dalam acara Festival Lima Gunung, masing-masing desa akan mengirimkan wakilnya untuk mengisi acara dengan berbagai seni dan budaya. Mulai dari berbagai seni tari tradisional Jawa seperti tari topeng, tari kuda kepang atau kuda lumping, teater, wayang orang kontemporer, hingga pameran foto dan lukisan dari masyarakat sekitar. Para penari akan beraksi dengan memakai kostum yang mereka buat sendiri dengan biaya swadaya masyakat. Hal itu justru menambah kemeriahan dan keunikan dari gelaran Festival Lima Gunung yang diadakan tersebut.
Begitu heboh dan meriahnya acara Festival Lima Gunung, karena sanggup mengumpulkan begitu banyak masyarakat desa di sekitar lima gunung tersebut. Selama festival berlangsung, roda perekonomianpun berputar, dengan banyaknya pedagang dadakan yang menjajakan dagangannya di sekitar lokasi festival.
Melihat antusias dan kreativitas masyarakat sekitar dalam ikut serta memeriahkan Festival Lima Gunung tersebut, hendaknya pemerintah daerah setempat bisa mengelola dan mengemasnya dalam suatu wadah budaya yang lebih menarik sehingga bisa mendatangkan wisatawan.
Semoga bermanfaat.