Teks merupakan ungkapan sesuatu tentang sebuah dunia yang nyata atau dunia yang mungkin ada, yang oleh sebagian orang dikenal dengan istilah kenyataan riil atau kenyataan mungkin. Teks yang mempunyai fungsi utama mengatakan sesuatu tentang dunia nyata disebut sebagai teks referensial. Contoh dari teks referensial ini adalah teks informatif seperti surat kabar, ensiklopedia, dan buku pelajaran ilmu sastra.
Referensialitas dari banyak teks sastra memiliki sifat khas. Seringkali pembaca teks sastra dihadapkan pada tokoh dan peristiwa yang direka. Dalam teks sastra tersebut tokoh dan peristiwa yang diceritakan tidak pernah ada dalam kenyataan, tapi pembaca teks sastra menangkap seolah-olah tokoh dan peristiwa tersebut ada atau mirip dalam kenyataan historis. Dalam teks sastra seringkali berisi unsur rekaan semacam itu. Teks sastra yang menceritakan tokoh dan peristiwa yang tidak pernah ada dalam kenyataan atau rekaan disebut fiksional.
Pertanyaan yang kadang muncul adalah apakah semua teks yang mengandung rekaan menjadi teks fiksional ? Jawabannya tentu saja tidak. Sebagai contoh, berita surat kabar yang berisi tentang pemutar-balikkan fakta tidak bisa disebut fiksional. Unsur rekaan dalam surat kabar tidak dapat diterima. Hal ini karena orang mengandalkan berita yang disampaikan tersebut telah atau dapat dicocokkan dengan kenyataan. Fiksionalitas dalam ragam yang satu berbeda dengan ragam yang lain. Kadar fiksionalitas yang dapat diwujudkan dalam ragam tertentu disebut dengan kerangka gambaran fiksional. Dalam cerita dongeng kerangkagambaran fiksional tersebut sangat luas. Di dalam dongeng dapat dijumpai hal-hal yang bertentangan dengan pengetahuan tentang dunia. Misalkan saja hewan yang dapat berbicara.
Lain halnya dengan teks realistik. Dalam teks realistik mempunyai kerangka yang agak terbatas. Meskipun di dalamnya tokoh dan peristiwa biasanya juga rekaan. Teks realistik mentaati hukum psikis dan sosial, tempat dan waktu yang diceritakan seringkali sesuai dengan kenyataan. Sehingga teks yang berisikan gambaran atau tiruan yang tepat sesuai dengan kenyataan disebut realisme. Penggambaran seperti itu sering juga ingin menyampaikan pengetahuan tentang suatu kenyataan psikis atau sosial. Pengarang realistik bekerja seperti penulis sejarah yang hendak menyampaikan laporan tentang kenyataan. Misalnya saja tokoh Sanggrama Wijaya atau Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit yang disebutkan dalam Babat Tanah Jawa, muncul juga sebagai tokoh dalam novel Senopati Pamungkas karangan Arswendo Atmowiloto. Realisme tidak hanya mengandung suatu pengertian tentang kurun waktu, tapi juga merupakan pengertian mengenai bentuk. Kita mengenal kurun waktu dari tahun 1830 - 1880 di dunia barat disebut sebagai jamam Realisme. Tapi cara dan bentuk penulisan para penulis setelah jaman itu yang memberikan laporan tentang kenyataan yang dapat dikenali kembali, tetaplah disebut realisme atau pengarang realistik.
Apabila kita menggunakan istilah realisme, maka ada beberapa masalah yang timbul, yaitu :
- Cerita yang digambarkan dalam teks sebuah karya realistik tidak dapat memberikan gambaran langsung tentang kenyataan. Walaupun seakan-akan ada kenyataan yang dapat dikaji dan digambarkan secara objektif.
- Apa yang oleh pengarang masa terdahulu dinilai realistik, tidak demikian bagi pembaca masa sekarang. Realisme jaman terdahulu tidak selalu kita rasakan sebagai realistik atau sesuai dengan kenyataan.
Realisme merupakan hasil tradisi dan konvensi. Yang nampak seperti gambaran kenyataan secara langsung, seringkali adalah konvensional dan ditentukan oleh tuntutan serta kebiasaan ragam cerita.
Antara fiksionalitas dan realisme tetaplah saling berhubungan, karena bagaimanapun juga fiksionalitas berperan dalam setiap pandangan realisme. Seringkali fiksionalitas digunakan untuk menentukan kesastraan sebuah teks. Di sini fiksionalitas dianggap sebagai ciri sastra, dan seringkali dibarengi dengan pendapat bahwa fungsi sastra adalah menggambarkan hal yang umum dan universal, dan fungsi itu tidak cocok untuk menggambarkan sesuatu yang benar-benar terjadi. Hanya saja yang perlu diingat bahwa fiksionalitas tidak hanya terbatas pada sastra. Banyak teks cerita fiksional yang tidak digolongkan dalam sastra, hal ini karena tidak ada yang baru pada gaya ataupun isinya.
Semoga bermanfaat...