Dr. Danudirja Setiabudi (Ernest Eugene Douwes Dekker)

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Dr. Danudirja Setiabudi, nama asli beliau adalah Ernest Eugene Douwes Dekker, salah satu dari tiga tokoh yang pada masanya dikenal dengan sebutan "Tiga Serangkai". Dr. Danudirja Setiabudi, lahir di Pasuruan pada tanggal 8 Oktober 1879. Beliau dikenal sebagai seorang penulis yang kritis terhadap pemerintah kolonial Belanda. Selain menekuni bidang jurnalistik sebagai seorang wartawan, Dr. Danudirja 
Setiabudi juga aktif sebagai aktivis politik, serta penggagas nama Nusantara. Sejak kecil, Dr. Danudirja Setiabudi sudah memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Walaupun beliau berasal dari keturunan asing, beliau lebih senang dikenal sebagai seorang Indonesia yang berasal dari suku Jawa asli.

Nama Danudirja Setiabudi mulai digunakannya sejak Indonesia merdeka. Nama tersebut merupakan pemberian dari Ir. Sukarno, Presiden pertama Republik Indonesia. Kata "Danu" berarti benteng, "Dirjo" artinya kuat dan tangguh, sedangkan kata "Setiabudi" artinya berbudi setia. Selama masa pergerakan kemerdekaan Dr. Danudirja Setiabudi lebih akrap dipanggil dengan sebutan "DD", yang yang merupakan kepanjangan Douwes Dekker, tetapi setelah Ir. Sukarno mengganti namanya tersebut, panggilan "DD" ini dikenal dengan singkatan dari Danu Dirjo.

Dr. Danudirja Setiabudi menempuh pendidikan dasar di Pasuruan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, beliau melanjutkan pendidikannya di HBS Surabaya. Tidak lama, Dr. Danudirja Setiabudi kemudian pindah ke Gymnasium di Jakarta. Setelah menyelesaikan sekolahnya, beliau bekerja di perkebunan kopi Soember Doeren Malang, Jawa Timur. Selama bekerja di perkebunan kopi ini, beliau banyak melihat ketidakadilan yang dilakukan oleh Belanda. Banyak pekerja perkebunan yang diperlakukan dengan semena-mena. Seringkali Dr. Danudirja Setiabudi membela pekerja perkebunan yang diperlakukan dengan semena-mena tersebut, sikapnya inilah yang membuat beliau dipecat dari pekerjaannya di perkebunan tersebut.


Setelah keluar dari pekerjaannya di perkebunan tersebut, Dr. Danudirja Setiabudi beralih profesi menjadi guru kimia. Namun, profesi guru yang dijalaninya tersebut tidak berlangsung lama, karena Dr. Danudirja Setiabudi memutuskan untuk merantau ke luar negeri. Selama dalam perantauannya di Afrika, beliau sempat terlibat dalam Perang Boer melawan Inggris. Karena kalah perang, Dr. Danudirja Setiabudi harus di penjara, dan setelah bebas, beliau kembali ke Indonesia.

Hal pertama yang dilakukannya setelah berada kembali di Indonesia adalah membuka harian  De Express Selatan. Selanjutnya, Dr. Danudirja Setiabudi bersama-sama dengan temannya yaitu Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo mendirikan sebuah organisasi  yang diberi nama Indische Partij. Tujuan dari organisasi yang didirikannya tersebut adalah untuk menghilangkan perbedaan ras yang terjadi di Indonesia pada waktu itu. Golongan dari keturunan asing diajak bersatu dengan penduduk pribumi untuk melawan semua bentuk penjajahan. Ketiga tokoh tersebut, yang kemudian dikenal dengan sebutan "Tiga Serangkai", melakukan penentangan perayaan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari penjajahan Perancis. Akibatnya, mereka ditangkap dan dibuang ke Negeri Belanda selama lima tahun.

Selepas dari masa pembuangannya, Dr. Danudirja Setiabudi kembali meneruskan perjuangannya. Beliau mendirikan perguruan Institut Ksatrian yang mengajarkan nilai-nilai kebangsaan. Selama masa perjuangannya tersebut, beliau tidak pernah lepas dari ancaman hukuman pemerintah kolonial Belanda. Berulang kali Dr. Danudirja Setiabudi harus keluar masuk penjara. Bahkan pada tahun 1941, beliau kembali ditangkap dan dibuang ke Negeri Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1946 Dr. Danudirja Setiabudi diangkat sebagai Menteri Negara dan penasehat delegasi Republik Indonesia dalam perundingan-perundingan dengan pemerintah Belanda. Saat Belanda melancarkan agresinya yang kedua tahun 1949, Dr. Danudirja Setiabudi kembali ditangkap dan dipenjarakan. Setelah bebas dari penjara, beliau kemudian menetap dan menghabiskan umurnya di kota Bandung, Jawa Barat sampai beliau meninggal dunia pada tanggal 28 Oktober 1950.

Atas jasa-jasa yang dilakukannya dalam pergerakan mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi gelar kepada Dr. Danudirja Setiabudi sebagai Pahlawan Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, tanggal 9 Nopember 1961, Nomor : 590 Tahun 1961. Selain itu, sebagai penghargaan pemerintah juga menggunakan nama beliau sebagai nama jalan di beberapa kota besar di Indonesia. Di Negeri Belanda, Dr. Danudirja Setiabudi masih dihormati sebagai seorang tokoh yang berjasa dalam meluruskan kolonialisme.

Semoga bermanfaat.