Persepsi kita tentang seseorang boleh jadi sesuai dan boleh juga tidak sesuai dengan kepribadian orang itu. Kita mengambil kesimpulan tentang orang lain dari stimuli yang sampai kepada kita, betapapun tidak lengkapnya informasi yang kita terima.
Pengaruh konsep diri pada prilaku manusia adalah bagaimana kita memandang diri kita dan bagaimana orang lain memandang kita, akan mempengaruhi pola-pola interaksi kita dengan orang lain. Lebih dari itu, konsep diri erat kaitannya dengan proses hubungan interpersonal yang vital bagi perkembangan kepribadian. Konsep diri mewarnai komuikasi kita dengan orang lain.
1. Persepsi Interpersonal.
Faktor-faktor personal dan situasional mempengaruhi persepsi. Berdasarkan obyeknya persepsi terbagi menjadi dua macam yaitu :
- Persepsi interpersonal, merupakan suatu persepsi yang obyeknya manusia.
- Persepsi obyek, merupakan suatu persepsi yang obyeknya selain manusia.
Persepsi kita bukan sekedar rekaman peristiwa. Pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya, menentukan interprestasi kita pada sensasi. Bila obyek atau peristiwa di dunia luar kita sebut distal stimuli, dan persepsi kita tentang stimuli kita sebut percept, maka percept tidak selalu sama dengan distal stimuli. Proses subyektif yang secara aktif menafsirkan stimuli disebut sebagai constructive process. Proses ini meliputi faktor biologis dan sosiopsikologis individu pelaku persepsi.
2. Konsep Diri.
Bagaimana kita menanggapi perilaku orang lain, menerangkan sifat-sifatnya, mengambil kesimpulan tentang penyebab perilakunya, dan menentukan apakah petunjuk-petunjuknya yang tampak itu orisinal atau hanya pulasan saja, ternyata kita tidak hanya menanggapi orang lain, kita juga mempersepsi diri kita. Diri kita bukan lagi persona penanggap, tetapi juga sekaligus persona stimuli.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi, kita menjadi subyek sekaligus obyek persepsi ? Menurut Charles Horton Cooley, kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Oleh Cooley hal ini disebut gejala looking glass self (cermin diri). Seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita, dan kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain, selanjutnya kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita, yang juag disebut konsep diri.
3. Atraksi Interpersonal.
Dengan mengetahui siapa tertarik kepada siapa atau siapa menghindari siapa, kita dapat meramalkan arus komunikasi interpersonal yang akan terjadi. Dean C. Barlund, seorang ahli komunikasi interpersonal mengatakan bahwa mengetahui garis-garis atraksi dan penghindaran dalam sistem sosial artinya mampu meramalkan dari mana pesan akan muncul, kepada siapa pesan itu akan mengalir, dan lebih-lebih lagi bagaimana pesan akan diterima.
4. Hubungan Interpersonal.
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak. Anita Taylor mengatakan bahwa komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting. Setiap kali melakukan komunikasi, kita bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan, kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Bukan hanya menentukan content tetapi juga relationship.
Memahami proses komunikasi unterpersonal menuntut pemahaman hubungan simbiotis antara komunikasi dengan perkembangan relasional. Komunikasi mempengaruhi perkembangan relasional, dan pada gilirannya perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.
Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatisme harus digantikan dengan sikap terbuka. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting adalah saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.
Semoga bermanfaat.