Sifat-Sifat Sastra

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Hal sepele yang tidak pernah dijawab dengan tuntas saat membahas studi sastra adalah pertanyaan apakah sastra itu, apakah yang bukan sastra, dan apakah sifat-sifat sastra ? 

Batasan-batasan dalam mendefinisikan sastra adalah :
  1. Segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Menurut teori Greenlaw dan praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat tapi identik dengan sejarah kebudayaan. Namun, studi yang yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan cenderung menggeser studi sastra yang murni. Karena dalam studi kebudayaan, semua perbedaan dalam teks sastra diabaikan. Kriteria-kriteria luar masuk dalam wilayah sastra, akibatnya sastra akan dinilai berharga sejauh bermanfaat bagi disiplin lain. Menyamakan sastra dengan sejarah kebudayaan berarti menolak studi sastra sebagai bidang ilmu dengan metode-metode sendiri. 
  2. Membatasinya pada mahakarya (great books). Yaitu buku-buku yang dianggap menonjol karena bentuk dan ekspresi sastranya. Dalam hal ini, kriteria yang dipakai adalah segi estetis atau nilai estetis dikombinasikan dengan nilai ilmiah. Di antara karya sastra, seperti puisi, drama, dan cerita rekaan, mahakarya dipilih berdasarkan pertimbangan estetis. Sementara buku-buku yang lain dipilih karena reputasinya atau kecemerlangan ilmiahnya, ditambah penilaian estetis atas gaya bahasa, komposisi, dan kekuatan penyampaian. Hal ini merupakan cara yang lazim dipakai dalam berbicara tentang sastra.

Untuk tujuan-tujuan pendidikan, studi mahakarya sastra memang sangat dianjurkan. Tetapi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan sejarah, prinsip tersebut sulit untuk dipertahankan.Khususnya untuk sejarah sastra, karena pembatasan pada mahakarya akan mengaburkan kontinuitas tradisi, perkembangan genre sastra, serta proses-proses kesusasteraan. Dengan menerapkan batasan tersebut, latar belakang sosial, linguistik, ideologi, dan pengaruh-pengaruh keadaan lain menjadi tidak berarti.

Cara paling mudah untuk mendefinisikan apa itu sastra adalah dengan memerinci penggunaan bahasa yang khas sastra. Bahasa adalah bahan baku kesusastraan. Untuk melihat penggunaan bahasa yang khas sastra, kita harus membedakan bahasa sastra, bahasa sehari-hari, dan bahasa ilmiah. Masalah ini penting, tapi memang sulit dipecahkan, karena sastra berbeda dengan seni lain. Sastra tidak memiliki mediumnya sendiri. Ditambah lagi sastra mengenal berbagai bentuk dan selalu mengalami perubahan. 

1. Perbedaan antara bahasa sastra dengan bahasa ilmiah.
Dibandingkan dengan bahasa ilmiah, bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonim, yaitu kata-kata yang sama bunyinya tapi berbeda artinya, serta memiliki kategori-kategori yang tidak beraturan dan tidak rasional. Bahasa sastra juga penuh dengan asosiasi, mengacu pada ungkapan atau karya yang diciptakan sebelumnya. Atau dengan kata lain, bahasa sastra sifatnya sangat konotatif. 

Bahasa sastra bukan sekedar bahasa referential, yang mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkan nada (tone) dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca. Yang dipentingkan dalam dalam bahasa sastra adalah tanda, simbolisme suara dari kata-kata. Berbagai macam teknik diciptakan, seperti aliterasi dan pola suara, untuk menarik perhatian pembaca kepada kata-kata dalam karya sastra. Bahasa sastra berkaitan lebih mendalam dengan struktur historis bahasa, serta menekankan kesadaran atas tanda. Bahasa sastra memiliki segi ekspresif dan pragmatis.                                                                                                                                                              
2. Perbedaan antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari.
Sulit membedakan antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari. Bahasa sehari-hari bukanlah suatu konsep yang beragam. Apa yang sudah disebutkan sebagai ciri bahasa sastra tersebut, juga terlihat dalam penggunaan bahasa lainnya. Bahasa sehari-hari juga mempunyai fungsi ekspresif, penuh konsep yang irasional, dan mengalami perubahan konteks sesuai dengan perkembangan sejarah bahasa, walau adakalanya bahasa sehari-hari mengusahakan ketepatan seperti bahasa ilmiah.

Dalam karya sastra, sarana-sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih sistematis dan dengan sengaja. Misalnya, ada tipe-tipe puisi tertentu yang dengan sengaja memakai paradoks, ambiguitas, pergeseran arti secara kontekstual, asosiasi irasional dengan menggunakan kategori tata bahasa seperti gender dan tense.

Bagaimanapun juga, setiap karya sastra menciptakan  suatu keteraturan, menyusun, dan memberi kesatuan pada pada bahan bakunya. Kesatuan ini kadang sangat longgar, tetapi terkadang meningkat rumit dan sangat beraturan.                                                                                                           
Sifat-sifat khas sastra muncul paling jelas bila dilihat dari aspek referensial-nya. Sebagai contoh, konsepsi mengenai sastra berdasarkan faktor fiksionalitas, ciptaan, dan imajinasi bersifat deskriptif, tidak evaluatif. 

Perbedaan antara sastra dan non sastra, sebenarnya merupakan pengulangan dari istilah-istilah estetika yang sudah ada sejak jaman dulu, seperti kesatuan dalam keragaman (unity in variety), kontemplasi obyektif (disinterested contemplation), distansi estetis (aesthetic distance), penciptaan kerangka seni, ciptaan, imajinasi, dan kreasi. Setiap istilah mengacu pada salah satu aspek karya sastra, yang merupakan satu sifat khas dari kecenderungan  sistematis karya sastra.

Demikian penjelasan berkaitan dengan sifat-sifat sastra.

Semoga bermanfaat.