Andi Djemma, lahir di Palopo Sulawesi Selatan, pada tanggal 15 Januari 1901. Nama kecilnya adalah Andi Pattiware. Sebenarnya, Andi Djemma adalah raja dari kerajaan Datu Luwu di Palopo. Akan tetapi, demi berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, beliau rela meninggalkan istana dan harta kekayaannya.
Andi Djemma adalah sosok pemimpin idaman rakyat. Beliau rela berkorban demi kepentingan rakyat. Beliau datang, hidup dan belajar dari rakyat. Andi Djemma memimpin rakyatnya dengan nilai budaya Luwu, yaitu jujur (lempu), tegas (getting), berkata benar (ada tongeng), dan adil (temmappasilangeng). Jadi, tidak heran apabila Andi Djemma sangat dicintai oleh rakyatnya.
Pendidikan yang sempat diperolehnya hanya sampai tingkat sekolah dasar, walaupun demikian Andi Djemma tetap bekerja keras untuk belajar sendiri. Beliau memanfaatkan lingkungan kerajaan untuk belajar ilmu pemerintahan dan tradisi kerajaan. Beliau tidak malu untuk bertanya kepada pejabat-pejabat tinggi istana. Semua itu dilakukannya agar saat diangkat menjadi datu atau raja, beliau sudah mahir memimpin rakyatnya.
Pada tahun 1919 - 1923, Andi Djemma dipercaya untuk memegang jabatan setingkat wedana di Kolaka. Setelah itu beliau kembali ke Palopo untuk mempersiapkan diri menjadi datu. Saat itu, Andi Djemma juga sedang memimpin sebuah cabang partai politik di Sulawesi. Sejak saat itulah, pemerintah Belanda selalu mengawasi kegiatan Andi Djemma. Ketika ibunda Andi Djemma meninggal pada tahun 1935, beberapa golongan yang memihak Belanda berusaha untuk menghalangi pengangkatan Andi Djemma sebagai datu Kerajaan Luwu. Akan tetapi, semua itu bisa digagalkan karena dukungan rakyat Luwu yang begitu besar kepada Andi Djemma. Rakyat mengancam akan mengadakan kerusuhan jika Andi Djemma tidak diangkat menjadi raja.
Selama menjabat sebagai datu, beliau memberi kebebasan berkembangnya organisasi, seperti Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan Muhammadiyah di Kerajaan Luwu. Andi Djemma tetap mempertahankan kebijakan tersebut walaupun tidak mendapat dukungan para pemangku adat kerajaan.
Saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilantangkan, Andi Djemma sangat menyambut baik bahkan beliau menyatakan bahwa kerajaannya merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk membuktikan kesungguhannya, beliau mengajak raja-raja Sulawesi Selatan untuk bertemu di Watampone pada bulan September 1945. Pertemuan itu bertujuan untuk menentang kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia. Tidak hanya itu, beliau juga memberi ijin terbentuknya badan-badan perjuangan di Palopo. Beberapa badan-badan tersebut, antara lain adalah Pemuda Nasional Indonesia (PNI) dan Pemuda Republik Indonesia.
Pada bulan Nopember 1945, pasukan Australia datang di daerah Palopo, mereka datang dengan tujuan untuk melucuti tentara Jepang yang kalah perang. Awalnya, hubungan antara pasukan Australia dan Andi Djemma berjalan dengan baik. Namun, semua itu berubah ketika pihak Australia melarang pengibaran bendera Merah Putih atas desakan dari Belanda, karena Belanda ingin menguasai kembali Indonesia. Belanda tidak mau mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Belanda mengadakan patroli-patroli ke luar kota, termasuk di Palopo. Andi Djemma pun segera mengeluarkan peringatan untuk mengusir Belanda dalam waktu 2 x 24 jam. Akan tetapi, Belanda tidak memperdulikan peringatan tersebut. Akhirnya, pada tanggal 23 Januari 1946 terjadilah pertempuran antara rakyat Palopo dan tentara Belanda. Pertempuran itu akhirnya dimenangkan oleh Belanda, setelah mereka mendatangkan jumlah pasukan yang lebih besar.
Setelah peristiwa tersebut, Andi Djemma pindah dari Palopo ke Sulawesi Tenggara. Di sana beliau membangun pusatpemerintahan yang dikenal dengan nama Benteng Batuputih. Pada tahun 1946, Andi Djemma juga membentuk kelompok pasukan yang diberi nama Pembela Keamanan Rakyat (PKR) Luwu. Pada bulan Mei 1946, Belanda yang telah mengetahui keberadaan Andi Djemma, beberapa kali mencoba menyerang dan merebut benteng Batuputih. Beberapa kali serangan yang dilakukan oleh Belanda melalui laut selalu gagal. Namun sayang, serangan Belanda dari arah belakang gagal diantisipasi oleh Pasukan Pembela Rakyat Luwu. Akhirnya, benteng Batuputih pun dapat dikuasai oleh Belanda. Andi Djemma beserta keluarga dan para pejabat pemerintah Luwu ditangkap dan ditahan oleh Belanda. Andi Djemma di bawa ke Palopo lalu dipindahkan ke Selayar. Beliau juga harus menerima hukuman pengasingan di Ternate.
Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Andi Djemma dibebaskan. Beliau kemudian kembali ke Makassar. Andi Djemma diberi tanggung jawab untuk memegang jabatan sebagai Kepala Pemerintahan Swapraja Luwu oleh pemerintah Republik Indonesia. Andi Djemma meninggal dunia pada tanggal 23 Pebruari 1965 di Makassar. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Penaikang dengan upacara militer.
Atas jasa-jasanya dalam berjuang memeprtahankan kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah Republik Indonesia menganugerahi Andi Djemma gelar sebagai Pahlawan Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, tanggal 6 Nopember 2002, Nomor : 073/TK/Tahun 2002. Selai itu, nama Andi Djemma juga diabadikan sebagai nama bandara di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan dan nama universitas di Sulawesi Selatan.
Semoga bermanfaat.