Teori Mengenai Dasar Hukum Internasional

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
1. Teori-Teori tentang Hukum Alam.
Konsep hukum alam telah memberikan pengaruh penting terhadap hukum internasional. Beberapa teori mengenai sifat dan kekuatan mengikat hukum internasional telah didasarkan pada konsep-konsep ini. Hukum alam mempunyai kaitan semi teologis, tetapi Grotius sebegitu jauh telah mensekularisasi konsep tersebut. Hukum alam diartikan sebagai hukum ideal yang didasarkan atas sifat hakekat manusia sebagai mahkluk berpikir, sebagai rangkaian kaidah yang diturunkan oleh alam kepada akal budi manusia.

Atas konsepsi dasar inilah para teoretikus membangun berbagai macam kerangka, beberapa penulis berpendapat bahwa hukum internasional memperoleh kekuatan mengikat dari fakta bahwa hukum ini hanyalah suatu penerapan terhadap keadaan-keadaan tertentu dari hukum alam. Negara-negara tunduk pada hukum internasional karena hubungan-hubungan mereka diatur oleh hukum yang lebih tinggi, yaitu hukum alam, di mana hukum internasional hanya merupakan salah satu bagian daripadanya.

Pendukung dari teori hukum alam yang lain adalah Vattel. Pandangan-pandangan Vattel dalam hubungan ini membawanya pada pendapat bahwa asumsi suatu negara atau lebih dapat meninjau kembali atau mengawasi tindakan yang dilakukan negara lain akan bertentangan dengan hukum alam.

Penolakan umum terhadap teori-teori yang didasarkan atas hukum alam adalah bahwa masing-masing teoretikus mempergunakannya sebagai suatu kiasan bagi konsepsi yang lebih kongkret seperti nalar, keadilan, kemanfaatan, kepentingan-kepentingan umum asyarakat internasional, kebutuhan atau perintah-perintah agama. Hal ini banyak menimbulkan kebingungan, khususnya karena penafsiran hukum alam ini sangat berlain-lainan.

Jejak-jejak teori hukum alam masih bertahan hingga saat ini, walaupun dalam bentuk yang kuarang begitu dogmatis. Dikatakan oleh Kelsen, "Teori hukum alam, yang dominan selama abad ke-17 dan 18, setelah mengalami kejenuhan pada abad ke-19, telah bangkit kembali pada abad ke-20 sebagai latar depan filsafat sosial dan hukum, bersama-sama dengan pemikiran keagamaan dan metafisika." Sampai tingkat tertentu filsafat hukum alam melandasi rancangan deklarasi mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara, pada tahun 1949 yang dipersiapkan oleh Komisi Hukum Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hukum alam juga dikemukakan untuk membenarkan penghukuman pelaku-pelaku tindak pidana, kesalahan dari pelaku pelaku kelalaian dan kebrutalan kejahatan-kejahatan perang.

Di samping itu, terdapat penulis-penulis yang menganut pandangan sosiologis internasional, yang memperlakukan konsepsi hukum alam identik dengan akal budi dan keadilan yang diterapkan kepada masyarakat internasional, dan yang melihat hukum alam sebagai penjelasan garis-garis perkembangan hukum internasional di masa mendatang. 

2. Teori Positivisme.
Teori yang dikenal dengan sebutan positivisme mendapat dukungan luas, dan telah dianut oleh sejumlah penulis terkemuka. Penganut-penganut positivis berpendapat bahwa kaidah-kaidah hukum internasional pada analisis terakhir memiliki karakter yang sama dengan hukum nasional atau hukum negara positif, sepanjang kaidah-kaidah hukum tersebut juga berasal dari kehendak negara. Mereka yakin bahwa hukum internasional secara logis dapat dikembalikan kepada suatu sistem kaidah yang untuk validitasnya akan bergantung hanya pada fakta bahwa negara-negara telah menyatakan kesetujuannya.

Teori Positivisme didukung di antaranya oleh :
  • Bynkershoek. Seorang positivis abad ke-19. 
  • Hegel. Positivisme mulai dari premis-premis tertentu, bahwa negara merupakan suatu kenyataan metafisika dengan nilai dan maknanya sendiri, dan didukung oleh realitas demikian negara itu juga dipandang mempunyai kehendak. Pengertian kehendak negara (state will) inilah berasal dari Hegel.
  • Zorn. Menganggap bahwa hukum internasional sebagai cabang dari hukum tata negara, sebagai hukum publik eksternal, dan hanya karena itulah hukum intyernasional mengikat negara-negara.
  • Anziloti. Kekuatan mengikat hukum internasional dapat ditelusuri ulang sampai suatu prinsip atau norma tertinggi dan fundamental, prinsip yang lebih dikenal sebagai pacta sunt servanda. Norma ini merupakan dalil absolut dari sistem hukum internasional, dan dengan cara apapun menjelmakan diri dalam semua kaidah termasuk hukum internasional.

Keberatan-keberatan utama terhadap teori positivisme adalah :
  1. Pemikiran mengenai kehendak negara (state will) semata-mata merupakan kiasan, dan dipakai untuk menyatakan fakta bahwa hukum internasional mengikat terhadap negara.
  2. Sulit untuk menyatukan fakta dengan suatu teori konsensual hukum internasional. 
  3. Dalam praktek tidak pernah diperlukan seandainya dimintakan suatu kaidah hukum internasional tertentu terhadap negara tertentu untuk memperlihatkan bahwa negara tersebut telah menyetujuinya secara diplomasi.
  4. Terdapat contoh-contoh kongkret saat ini mengenai kaidah-kaidah traktat yang ditetapkan melalui traktat-traktat yang membuat hukum, yang berpengaruh terhadap negara-negara tanpa suatu bentuk persetujuan tegas oleh atau yang diakibatkan oleh mereka.

Demikian penjelasan berkaitan dengan teori mengenai dasar Hukum Internasional.

Semoga bermanfaat.