Secara umum, surat keterangan kerja dapat diartikan sebagai surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi atau perusahaan tertentu, yang isinya menyatakan bahwa orang pemegang surat keterangan kerja tersebut, pernah bekerja di instansi atau perusahaan tertentu tersebut, selama kurun waktu tertentu.
- Sebagai referensi serta menunjukkan pengalaman kerja seseorang, apabila pemegang surat keterangan kerja tersebut hendak melamar pekerjaan di tempat lain.
- Sebagai salah satu persyaratan pencairan dana BPJS ketenagakerjaan (dahulu Jamsostek) untuk pegawai swasta.
Masalah yang kadang terjadi dalam praktek di lapangan adalah instansi atau perusahaan tempat kerja tidak mau mengeluarkan surat keterangan kerja tersebut. Kalau terjadi hal yang demikian apa yang harus dilakukan ?
Sampai dengan saat ini, memang tidak ada ketentuan undang-undang yang secara khusus mengatur bahwa pengusaha wajib untuk memberikan surat keterangan kerja. Namun begitu, dengan tidak diberikannya surat keterangan kerja kepada mantan karyawan dapat dikategorikan sebagai kelalaian dalam memenuhi hak karyawan. Hal ini telah melanggar ketentuan pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor : 3 tahun 1992, yang mengatur bahwa setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Jalan keluar dari permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara :
- Menyelesaikan melalui jalur aduan ke ikatan profesi atau serikat pekerja.
- Menyelesaikan melalui jalur hukum.
Hal tersebut dapat dilakukan, selain berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (2) tersebut, juga didasarkan pada ketentuan pasal 18 Undang-Undang tersebut di atas, yang menyebutkan bahwa setiap pengusaha wajib memiliki memiliki daftar tenaga kerja dan wajib menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja.
Dan apabila pengusaha dalam menyampaikan data tersebut terbukti tidak benar sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja, pengusaha wajib memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan undang-undang. Memang ketentuan ini tidak secara rinci mengatur mengenai surat keterangan kerja, bnamun terdapat kesamaan filosofis di dalamnya. Selain itu, ketentuan pasal 18 tersebut juga mengatur ketentuan pidananya.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pegawai Kontrak. Dalam Undang-Undang Nomor : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sistem kerja kontrak dikenal dengan nama Perjanjian Kerja untuk Paruh Waktu Tertentu. Menurut pasal 59 Undang-Undang Nomor : 13 tahun 2003 tersebut, Perjanjian Kerja untuk Paruh Waktu Tertentu hanya dikhususkan untuk :
- Pekerjaan yang sifatnya sementara atau sekali selesai.
- Paling lama tiga tahun.
- Bersifat musiman.
- Berkaitan dengan produk atau kegiatan baru.
Perjanjian Kerja untuk Paruh Waktu Tertentu atau sistem kerja kontrak tidak dapat diberlakukan untuk jenis pekerjaan yang sifatnya tetap.
Pemutusan hubungan kerja pada pegawai kontrak, dapat dilakukan apabila pegawai kontrak tersebut melanggar pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 13 tahun 2003 tersebut, yang pada pokoknya berisi :
- Pekerja meninggal dunia.
- Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja..
- Adanya putusan pengadilan atau lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan tetap.
- Melanggar syarat perjanjian yang telah ditandatangani.
Apabila pemutusan hubungan kerja dilakukan sebelum berakhirnya masa kontrak dan penyebabnya bukan karena melanggar pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 13 tahun 2003 tersebut, maka sesuai dengan ketentuan pasal 62 Undang-Undang nomor : 13 tahun 2003, pengusaha wajib membayar ganti rugi sebesar upah sampai berakhirnya perjanjian kontrak.
Demikian penjelasan berkaitan dengan surat keterangan kerja dan permasalahannya.
Demikian penjelasan berkaitan dengan surat keterangan kerja dan permasalahannya.
Semoga bermanfaat.