Nyi Ageng Serang, Pejuang Wanita Penasehat Pangeran Diponegoro

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Nyi Ageng Serang (1752 -1828), terlahir dengan nama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi. Lahir di Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, pada tahun 1752, putri dari Panembahan Natapraja, Bupati Serang yang merupakan panglima perang pada masa pemerintahan Pangeran Mangkubumi.

gambar : pahlawancenter.com
Sejak terjadinya Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh Sultan Hamengkubuwono I, Panembahan Serang (Panembahan Natapraja) menjadi incaran pemerintah pendudukan Belanda, dikarenakan Panembahan Serang tidak menyetujui adanya perjanjian tersebut yang dinilainya sangat merugikan rakyat. Pertempuranpun terjadi antara pasukan Panembahan Serang yang di bantu oleh Nyi Ageng Serang (Kustiyah) dengan pasukan Belanda. Dalam sebuah penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh Belanda, pasukan Panembahan Serang dapat dikalahkan, Nyi Ageng Serang berhasil di tangkap oleh Belanda dan dipenjarakan di Yogyakarta untuk beberapa lama, sebelum akhirnya dikembalikan lagi ke Serang.

Pada saat pecahnya Perang Diponegoro (1825 - 1830), di usianya yang sudah menginjak 73 tahun, Nyi Ageng Serang bergabung dalam Perang Diponegoro untuk ikut memerangi Belanda. Pangeran Diponegoro menjadikan Nyi Ageng Serang sebagai penasehat dalam siasat perang. Kedudukannya sejajar dengan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Joyokusumo.

Bersama dengan cucunya Raden Mas Papak, Nyi Ageng Serang memimpin pasukan mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro. Usia yang sudah lanjut tidak menghalangi semangat juangnya untuk terus bertempur melawan pemerintah Belanda. Banyak pertempuran melawan pasukan Belanda yang telah melibatkan Nyi Ageng Serang, mulai dari pertempuran di Purwodadi, Semarang, Demak, Kudus, hingga Rembang. Dan yang paling fenomenal adalah saat Nyi Ageng Serang memimpin pasukannya dalam perang gerilya di Desa Beku, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, meski harus dipikul dengan tandu, karena usianya yang telah
lanjut, Nyi Ageng Serang tetap memimpin pasukannya dengan gigih dan berani dalam melawan pasukan Belanda.


Taktik perang Nyi Ageng Serang dalam pertempuran yang sangat terkenal adalah penggunaan daun keladi hijau. Beliau menyuruh pasukannya untuk berkerudung dengan daun keladi sehingga dari kejauhan tampak seperti kebun tanaman keladi. Bila musuh telah mendekat, maka dengan mudah musuh diserang dan dihancurkan. 

Namun sayang, pada usianya yang ke-76 tahun, di saat Perang Diponegoro masih berlangsung, Nyi Ageng Serang meninggal dunia. Beliau mewasiatkan kepada para pengikutnya untuk memakamkannya di Desa Beku, Pagerharjo, Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Daerah yang pernah Nyi Ageng Serang rebut dari tangan pemerintah Belanda.

Karena jasa-jasanya dalam memerangi pemerintah pendudukan Belanda tersebut, oleh pemerintah Indonesia, pada tanggal 13 Desember 1974, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 084/TK/1974, Nyi Ageng Serang dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional.
  
Semoga bermanfaat.