Menghadapi Anak Yang Beranjak Dewasa

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Menghadapai anak yang mulai beranjak dewasa, atau biasa disebut Anak Baru Gede (ABG), memang susah-susah mudah. Orang tua dituntut untuk lebih hati-hati dalam hal pengawasan. Anak baru gede biasanya sedang berada dalam fase mencari identitas diri. Kalau orang tua terlalu banyak melarang, dikuatirkan si anak malah akan semakin lepas kendali. Orang tua dituntut untuk lebih bijaksana dalam menghadapi tabiat si anak.

gambar : wattpad.com
Karena anak dalam fase ini sedang mencari identitas diri, biasanya mereka terlalu menyibukkan masalah penampilan diri. Karena bagi anak baru gede atau remaja tanggung, penampilan sangat penting. Tak jarang perubahan penampilan dapat menjadi alat saling ejek di antara mereka. Sebagian anak mungkin dapat menerimanya, tapi sebagian yang lain belum tentu dapat menerima hal tersebut. Di sinilah peran orang tua sangatlah penting. Orang tua mesti dapat menangkap kegalauan anaknya tersebut, kemudian mesti juga bisa memberikan pemahaman yang benar kepada si anak.

Orang tua ditutut harus bisa mengajari anak untuk menerima, memberi pesan positif, mendorong, dan mendukung apapun perubahan fisik mereka. Menurut situs Kidshealth, orang tua yang mempunyai anak ABG dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
  • Menerima anak apa adanya. Sadarilah bahwa penampilan sangat penting bagi remaja tanggung. Satu jerawat di kening dapat membuat dunianya seakan berakhir. Oleh karenanya, hindari mengkritik anak hanya karena ia lebih sering berkaca. Biarkan saja meski tingkah polahnya mengganggu. Saat mereka semakin dewasa, kebiasaan itu akan hilang. 
  • Berikan pujian fisik. Pujian, meskipun kecil, dapat memberikan kesan tersendiri bagi si anak. Berikan juga pujian kepada tenaga dan kekuatannya. Dengan begitu si anak akan yakin bahwa tubuh mereka sehat seperti anak-anak yang lain.
  • Berikan pujian psikis. Katakan bahwa anak anda baik hati ketika ia menolong atau berbagi makanan dengan saudaranya. Pujian secara psikis akan membuat si anak terdorong untuk melakukan kegiatan positif di masyarakat.
  • Batasan yang masuk akal. Ini ada hubungannya dengan poin pertama. Anda bisa saja bersabar menunggu  si anak berdandan sebelum pergi. Tapi beri batasan waktu. Anak harus diajari disiplin dengan waktu dan dengan dirinya sendiri.
  • Jadilah panutan. Jika ingin si anak tetap tampil menarik tanpa harus mengorbankan banyak waktu untuk itu, jadilah contoh. Jangan mengeluh mengenai penampilan anda sendiri yang dapat membuat anak berpikir serupa dan menjadi tidak percaya diri. 

Yang terpenting adalah orang tua harus memberikan perhatian lebih kepada anaknya yang mulai beranjak dewasa tersebut. Aturan-aturan dalam rumah tangga tetap harus ditegakkan, tapi banyak melarang dan mengekang kegiatan si anak juga tidak bijaksana.  Beri kelonggaran dan tanggung jawab pada anak untuk mengekspresikan dirinya, dengan tidak melepaskan pengawasan orang tua terhadap perkembangan si anak.

Bagaimana menyikapi apabila perkembangan anak tidak sesuai dengan gender-nya ? Dalam masyarakat umum  terdapat perbedaan antara peran yang diajarkan kepada anak laki-laki dan anak perempuan. Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa yang sewajarnya terjadi adalah anak laki-laki memiliki sifat maskulin dan anak perempuan memiliki sifat feminim. Meskipun dalam kenyataannya ada penyimpangan dari anggapan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, munculnya golongan waria, perilaku anak perempuan yang maskulin (tomboi), dan lain-lain.

Ada banyak hal yang menentukan perilaku anak, di antaranya adalah :
  • Karakteristik keluarga. Hal ini berkaitan dengan tipe pengasuhan yang diterapkan  serta jumlah saudara kandung yang sama atau berlainan jenis kelamin.
  • Lingkungan tempat tinggal si anak. Hal ini berkaitan dengan pergaulan anak dengan teman-temannya serta masyarakat sekitar memperlakukannya.

Sedangkan tipe pengasuhan anak yang biasanya terjadi dalam keluarga dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu :
  • Demokratis. Dimana orang tua mengembangkan aturan dan harapan yang jelas. Semua hal yang berkaitan dengan anak akan dibicarakan langsung dengan si anak.
  • Otoriter. Dimana orang tua membuat aturan dan harapan yang kaku, serta dengan tegas menerapkannya kepada si anak. Biasanya tipe pengasuhan anak yang otoriter ini, orang tua akan mengarahkan tingkah laku anak sesuai dengan kemauan mereka.
  • Permisif. Dimana orang tua membiarkan pilihan anak menjadi prioritas. Orang tua akan menyetujui semua pilihan si anak, termasuk dalam berperilaku maskulin atau feminin.
  • Membiarkan. Dimana orang tua sering mengabaikan anak, membiarkan saja pilihan si anak selama tidak mengganggu aktifitas orang tua.
  • Menolak. Dimana orang tua tidak memberikan perhatian yang cukup untuk kebutuhan si anak.
  • Sensitif atau tidak sensitif terhadap gender. Di mana orang tua memperlakukan anak-anak benar-benar sebagaimana jenis kelamin dan peran yang diidealkan oleh masyarakat.

Mengenai adanya anak laki-laki yang cenderung feminin atau anak perempuan yang tomboi, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh :
  • Tidak adanya pembagian peran yang jelas dalam keluarga dan tidak sesuai dengan anggapan ideal masyarakat. Misalnya saja, sosok ibu dalam keluarga adalah perempuan yang tanggung, bisa meneyelesaikan pekerjaan-pekerjaan berat, sedangkan sang bapak lebih santai, lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tentunya hal tersebut akan dicontoh oleh si nak dalam kehidupannya. 
  • Anak dibesarkan oleh orang tua tunggal (bercerai atau salah seorang orang tuanya meninggal dunia). Sehingga si anak akan memiliki kecenderungan belajar dari orang tua yang mengasuhnya. Misalnya saja, anak laki-laki yang diasuh oleh ibu, bisa jadi perkembangan perilaku anak akan lebih bersifat feminin, demikian juga sebaliknya.

Pembedaan peran pada anak laki-laki dan perempuan adalah sesuatu hal yang wajar. Hal ini disebabkan karena perbedaan genetika, bentuk tubuh, hormon, dan lain-lain.

Semoga bermanfaat.