Saweran, Budaya Saling Berbagi Dalam Tradisi Pernikahan Masyarakat Sunda

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Sawer atau menyawer, secara harfiah berarti meminta uang kepada penonton. Namun, dalam konteks ini kata "saweran" yang dimaksudkan bukanlah itu. Saweran di sini adalah salah satu bagian dari prosesi tradisi pernikahan adat Sunda. Saweran yang kerap dilakukan sebelum resepsi pernikahan mengandung nilai-nilai yang tinggi. Uang logam yang dilemparkan itu diartikan sebagai berbagi rezeki kepada sesama.

Tradisi saweran di upacara pernikahan mengandung nilai-nilai kehidupan. Tradisi ini sudah berabad-abad dilakukan oleh masyarakat Sunda. Pada awalnya, tradisi ini mengandung hal-hal atau puja puji terhadap leluhur yang pada saat itu tidak dapat ditinggalkan. Seiring berjalannya waktu pengertian saweran pun mulai bergeser.

Saat upacara pernikahan berlangsung, kegiatan saweran ditandai dengan mempersiapkan baskom yang berisi beras, kunyit, permen, dan uang logam. Penyaweran dilakukan di depan rumah si pengantin perempuan, tepatnya di tempat jatuhnya air dari genting. Tapi, bila tempat tidak memungkinkan, tradisi saweran ini bisa dipindahkan ke gedung resepsi pernikahan.

Bagi sebagian orang tradisi saweran sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik. Padahal tidaklah demikian. Saweran itu mengandung pesan-pesan mengenai pernikahan. Misalnya, pasangan suami isteri harus saling berbagi dan sabar dalam menghadapi rintangan hidup.

Prosesi saweran dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  • Sebelum acara saweran berlangsung, pembawa acara akan memberi tahu kepada pengunjung mengenai tradisi ini. Setelah itu seorang mamang atau aki lengser akan memandu acara saweran. Dia yang mengantar kedua mempelai ke tempat acara hingga duduk di pelaminan. Aki lengser lalu membawa perlengkapan berupa dua wadah atau baskom ke tempat yang telah ditentukan. Saat itulah aki lengser akan melemparkan koin-koin tersebut ke arah tamu. Momen ini sering dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mengais rejeki. Mereka berebutan mengambil koin dan permen tersebut. 
  • Selama prosesi berlangsung, selain mamang atau aki lengser yang berperan adalah juru kawih. Juru kawih merupakan sepasang pria dan wanita yang memberi petuah nikah untuk kedua mempelai. Mereka juga menjelaskan makna dari benda-benda yang disawer. Juru kawih ini berbicara dengan rangkaian kata-kata lucu sehingga prosesi tersebut berjalan santai tanpa mengurangi kesakralan. Setelah itu mamang atau aki lengser menyerahkan baskom berisi beras kuning, uang logam, dan permen kedua orang tua mempelai. Satu persatu orang tua mempelai melemparkan isi baskom ke udara. Maka berebutanlah orang yang hadir. Bukan hanya anak kecil yang saling berebut, melainkan orang tua pun turut serta.

Dalam tradisi saweran benda-benda yang dilempar merupakan simbol, seperti :
  • Kunyit yang berwarna kuning melambangkan kekayaan dan kesejahteraan.
  • Beras putih atau beras kuning yang dicampur bersama benda lain, melambangkan kesejahteraan hidup. Hal ini terkait dengan lingkungan masyarakat Sunda yang agraris. Beras dan uang logam yang ditaburkan ke arah tetamu secara bersama-sama mengandung arti hidup senang bersama dan banyak rejeki.
  • Tradisi saweran dengan cara melemparkan uang logam untuk mengingatkan mempelai bahwa rejeki yang diperoleh membuat mereka senang. Diharapkan, ketika pengantin menjadi orang kaya tidaklah kikir.
  • Permen yang disawerkan, melambangkan agar kehidupan rumah tangga mempelai selalu harmonis dan manis seperti permen.
(majalah Sekar)