Kekuasaan itu ada pada semua aspek kehidupan masyarakat. Secara umum, kekuasaan sering diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi orag lain/kelompok lain sesuai dengan kehendak pemegang kekuasan itu sendiri.
- Miriam Budiardjo, mengartikan kekuasaan sebagai 'kemampuan seseorang atau kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu'.
- Max Weber, mengartikan kekuasaan sebagai "kesempatan dari seseorang atau sekelompok orang-orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemampuan-kemampuannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari oarang-orang atau golongan-golongan tertentu'.
- Mac Iver, mengartikan kekuasaan sebagai "kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia'.
Dalam kacamata politik, kekuasaan dapat dilihat dari perjuangan partai-partai politik untuk menduduki tempat-tempat yang penting di dalam negara, sehingga mereka dapat menentukan haluan negara yang menguntungkan bagi kedudukan mereka. Kekuasaan yang dilihat hanya dari bidang politik saja, maka kekuasaan itu disebut monoform.
Dalam kenyataan yang hidup dalam masyarakat, kekuasaan tidak hanya terpaku pada satu bidang saja, melainkan saling berhubungan dengan kekuasaan lain, sehingga kekuasaan itu tidak berbentuk satu lagi melainkan banyak, yang biasa disebut polyform atau multiform. Sifat kekuasaan yang polyform telah dikemukakan oleh Beeling dalam bukunya yang berjudul "Kratos, Men en Macht". Beeling membagi kekuasaan menurut sifatnya dalam tiga bagian, yaitu :
- Sifat kekuasaan yang fundamental. Yang dimaksud dengan sifat kekuasaan yang fundamental ialah bahwa selama manusia masih ada sejak dulu sampai sekarang, maka kekuasaan itu selalu merupakan dasar bagi manusia untuk melaksanakan kehendaknya terhadap orang lain.
- Sifat kekuasaan yang abadi. Yagn dimaksud adalah selama manusia masih ada maka kekuasaan itu tidak akan hilang. Jadi sejak dahulu sampai sekarang kekuasaan itu tetap ada.
- Sifat kekuasaan yang multiform. Kekuasaan itu tidak hanya dikenal dalam bidang politik saja, tapi juga dalam bidang-bidang kehidupan lainnya seperti hubungan kekuasaan antara orang tua dan anaknya, hubungan kekuasaan antara majikan dan buruhnya, hubungan kekuasaan antara guru dengan muridnya.
Bagaimana hubungan antara kekuasaan dengan negara ? Menurut Von Yhering, negara mempunyai monopoli kekuasaan fisik, yang artinya negara sebagai salah satu organisasi dalam masyarakat dibedakan dengan organisasi-organisasi lainnya karena ia memiliki hak istimewa dalam mempergunakan kekuatan jasmaniahnya, misalnya :
- Negara bisa memaksakan warga negaranya untuk tunduk kepada peraturannya, jika perlu dengan sanksi hukuman mati.
- Negara bisa memerintahkan warga negaranya untuk mengangkat senjata untuk membela tanah airnya, sekalipun ia berada di luar negeri.
- Negara berhak menentukan mata uang yang berlaku dan berhak pula untuk memungut pajak.
Kekuasaan negara atau kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan disebut sebagai kekuasaan politik.
Miriam Budiardjo mengartikan kekuasaan politik sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya, sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
Kekuasaan pemerintah tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga negara masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktivitas negara di bidang administratif, legislatif, dan yudikatif.
Penggunaan kekuasaan dalam pemerintahan bukanlah tanpa penyakit :
- Lord Acton, mengetengahkan suatu dalil yang amat populer yaitu "power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely", yang artinya "kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan, dan kekuasaan mutlak pasti disalahgunakan".
- Miriam Budiardjo, mengemukakan "adalah benar, siapa saja yang memegang kekuasaan dan bagaimanapun baiknya dijalankan, kekuasaan mempunyai penyakit-penyakitnya. Penyakit yang pertama adalah pada pelaksanaan kekuasaan dengan lunak dan adil".
- Stransz Hupe, merumuskan kekuasaan sebagai kemampuan untuk memaksakan kemauan pada orang lain.
- Harold Laswell, mengartikan kekuasaan sebagai penggunaan paksaan yang kuat.
Karena hal-hal tersebut di atas itu, maka timbul beberapa gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan. Cara yang paling efektif adalah melalui hukum yaitu konstitusi, undang-undang, dan peraturan pelaksanaan lainnya. Karena pembatasan dilakukan melalui cara hukum maka lahirlah konsep negara hukum yang demokratis atau dengan kata lain pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. (dari buku Ilmu Negara, Moh. Kusnardi, SH dan Bintan R. Saragih, SH)
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.