Danau Bandung Purba

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Sungai Citarum pernah dijadikan batas kerajaan-kerajaan wilayah di tatar Sunda. Nama sungai ini diambil dari nama tanaman (nila). Daerah hulunya di Cisanti (gunung Wayang) pernah dijelajahi satria pengembara Bujangga Manik, sekitar abad ke-15 atau ke-16. Saat melintasi kawasan Priangan ini, Bujangga Manik sudah mengenal dengan baik Sakakala Sangkuriang Kesiangan, seperti yang dituliskannya dalam catatan perjalanan mengelilingi pulau Jawa dan Bali.

gambar : kaskus.co.id
Sungai Citarum memiliki peran sangat penting dalam perkembangan manusia dan kebudayaan masyarakatnya. Secara alami, Bandung berada di kuali raksasa Cekungan Bandung. Ke dalam cekungan tersebut mengalir sungai-sungai yang bersumber dari gunung-gunung di pinggiran kuali raksasa tersebut. Kemudian sungai tersebut berbelok mengalir ke arah barat laut, sesuai arah kemiringan wilayah itu.

Pinggiran cekungan Bandang terdiri dari rangkaian gunung-gunung. Di utara, ada gunung Burangrang, gunung Sunda, gunung Tangkuban Perahu, Bukit Tunggul, dan gunung Putri. Sebelah timur, terdapat gunung Manglayang, Di selatan, terdapat gunung Patuha, gunung Tilu, gunung Malabar, dan gunung Mandalawangi. Di bagian tengah, ada rangkaian gunung api tua, dan di barat, ada rangkaian bukit-bukit kapur Rajamandala.

Pada jaman purba dulu, ketika pantai utara pulau Jawa masih di sekitar Pangalengan, cekungan Bandung berupa laut dangkal yang banyak ditumbuhi koral, hal ini dapat dibuktikan di perbukitan kapur di Tagogapu (Rajamandala). Karena adanya proses pengangkatan kulit bumi, menyebabkan pantai utara pulau Jawa bergesar terus ke arah utara, termasuk aliran induk Citarum.

Pada jaman Pliosen (sekitar 4 juta tahun yang lalu), terjadi kegiatan gunung api di selatan Cimahi. Hal ini dibuktikan dengan adanya pasir selacau, pasir lagadar, dan lain-lain yang mengarah ke utara dan selatan. Dengan lahirnya gunung api intrusif, aliran Citarum menyusuri kaki timur rangkaian gunung api tua ini, dan terus mengalir ke utara melewati Padalarang. Nantinya rangkaian gunung api purba ini menjadi pematang tengah yang memisahkan danau Bandung Purba Timur dengan danau Bandung Purba Barat.

Baru pada jaman kuarter kala plestosen, lahirlah gunung Sunda, Gunung api ini tingginya lebih dari 3.000 meter dpl. Pada saat itu, gunung Sunda meletus dasyat hingga membentuk kawah yang sangat luas (kaldera), dan disusul terjadinya patahan lembang yang memanjang dari timur - barat sepanjang 22 km dari kaki gunung Manglayang hingga sebelah barat Cisarua. Bagian utaranya relatif turun sedalam 450 meter, terutama di bagian timur patahan. Sementara bagian selatan relatif tetap pada posisinya. Aliran Citarum berbelok ke barat dengan menyusuri sisi patahan yang sekarang dialiri Cimeta.

Gunung Tangkuban Perahu yang meletus sekitar 125.000 tahun silam, membuat material letusannya sebagian mengisi patahan Lembang, dan sebagian lagi mengalir ke arah barat daya Bandung. Letusan dasyat berikutnya terjadi sekitar 55.000 tahun silam. Material letusannya membanjiri menutupi wilayah yang sangat luas hingga ke daerah Kopo dan Leuwigajah di selatan. Material gunung api yang luar biasa banyaknya itu telah membendung Citarum purba di utara Padalarang hanya dalam hitungan puluhan menit. Maka terbentuklah danau Bandung purba. Akibatnya, terdapat bagian Citarum yang hilang karena tertimbun material letusan, dan induk Citarum dari daerah yang terbendung ke hilir menjadi anak sungai Citarum (sungai Cimeta). 

Saat Bandung menjadi danau, kawasan ini sudah dihuni manusia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya artefak dari batu obsidian yang berupa mata anak panah dan mata tombak di atas garis kontur 712,5 meter dpl yang bahan bakunya diambil dari gunung Kendan di sekitar Nagreg, dan kerangka ngaringuk di goa Pawon. Pada saat Bandung menjadi danau raksasa, dan ketika air genangannya mulai bersentuhan dengan dinding perbukitan di sisi barat danau, sejak itulah air merembes di dinding danau dan membentuk mata air di bawahnya yang kemudian menjadi salah satu anak Citarum purba.

Sekitar 18.000 tahun silam, permukaan air laut turun sangat dalam, sehingga laut Jawa, selat Sunda, selat Malaka, dan laut Cina Selatan menjadi dangkal dan dasarnya bisa dilalui hewan dan manusia yang bermigrasi. Akibat dari susutnya air laut ini menjadikan erosi ke arah hulu sungai yang luar biasa. Inilah yang menjadi penyebab kuat terkikisnya hulu sungai sehingga dapat membobol hulu sungai antara Puncaklarang dan Pasir Kiara yang merupakan dinding barat danau Bandung purba. Akhirnya danau Bandung purba mendapat pelepasan di celah-celah tipis antara Puncaklarang dan Pasir Kiara.

Derasnya aliran air danau Bandung Purba barat telah mengikis ke arah hulu dan menggerus celah danau Bandung purba timur di Curug Jompong. Setelah bekas danau Bandung purba menjadi kawasan basah, aliran Citarum memotong Pematang tengah menuju arah barat. Maka terjadi perubahan aliran sungai yang mengakibatkan anak sungai berubah menjadi induk Citarum.

Perubahan aliran Citarum di cekungan Bandung terus berjalan hingga kini. Pengelolaan lahan hulu sungainya telah menyebabkan pendangkalan sungai dan danau begitu cepatnya. Nasib Citarum bertambah mengenaskan  dengan pencemaran limbah industri yang sudah melampaui batas. (dari buku Hikayat Bumi Jawa, Agustina Soebachman)

Semoga bermanfaat.