Hikayat Asal Usul Aksara Jawa

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Tersebutlah pada jaman itu ada seorang ksatria yang sakti mandraguna, ia bernama Aji Saka. Dengan ditemani dua orang abdinya (cantrik) yang bernama Dora dan Sembada, ia mengembara hingga ke pulau Jawa. Dalam pengembaraannya tersebut Aji Saka membawa sebuah pusaka sakti berujud keris. Karena tidak ingin terjadi sesuatu hal, sesampainya di suatu daerah di pulau Jawa, Aji Saka berniat untuk menyimpan pusaka tersebut di suatu tempat dan ia berpesan kepada salah satu abdinya yang bernama Sembada untuk selalu menjaga keris pusaka tersebut, dan jangan sampai diserahkan kepada orang lain sampai Aji Saka sendiri yang kemabali untuk mengambilnya. Sembada seorang abdi (cantrik) yang setia, ia berjanji untuk mematuhi perintah tuannya, Aji Saka dan tidak akan menyerahkan keris tersebut kepada siapapun juga, kecuali kepada Aji Saka.

Selanjutnya Aji Saka dan salah satu abdinya, Dora kembali melanjutkan pengembaraannya. Hingga suatu waktu sampailah Aji Saka di sebuah kerajaan yang makmur, aman, dan damai yang bernama Kerajaan Medang Kamulan. Kerajaan Medang Kamulan dipimpin oleh seorang rajanya yang berbudi luhur dan bijaksana yang dikenal dengan nama Prabu Dewata Cengkar.

Tetapi keadaan di kerajaan tersebut berubah drastis saat terjadi peristiwa di dapur kerajaan. Seorang juru masak istana tanpa sengaja mengiris jari tangannya saat memasak. Potongan kulit dan darahnya secara tidak sengaja masuk pula ke dalam sup yang disuguhkan untuk sang raja. Prabu Dewata Cengkar melahap habis sup yang bercampur potongan kulit dan darah manusia tersebut dengan lahapnya. Ia merasakan kelezatan dari sup yang disajikan tersebut. Karena rasa sup yang tidak seperti biasanya, sang raja pun bertanya kepada juru masaknya. Sang juru masakpun menjawab dengan terus terang bahwa tanpa sengaja telah mengiris jari tangannya sehingga kulit dan darahnya tercampur dalam sup yang dihidangkan untuk sang raja.

Prabu Dewata Cengkar bukannya murka, setelah kejadian tersebut Prabu Dewata Cengkar memerintahkan patihnya yaitu Jugul Muda untuk menyiapkan seorang rakyatnya untuk dijadikan santapan setiap hari. Sejak saat itulah terjadi perubahan sifat dan watak dari sang Prabu Dewata Cengkar. Kesenangan sang raja memakan daging dan darah manusia membuat sifatnya menjadi bengis, jahat, dan senang melihat orang menderita.

Di saat makin kacaunya kerajaan Medang Kamulan itu, Aji Saka dan Dora tiba di hutan pinggiran kerajaan. Saat melintasi hutan, Aji Saka mendengar teriakan orang minta tolong, ternyata seorang laki-laki  setengah tua sedang dianiaya oleh dua orang perampok. Dengan kesaktiannya Aji Saka berhasil menolong lelaki tersebut, dan dari penuturannya lelaki itu adalah salah satu rakyat dari kerajaan Medang Kamulan yang mengungsi karena takut menjadi santapan Prabu Dewata Cengkar. Aji Saka dan Dora begitu kaget mendengar cerita dari lelaki tersebut.

Setelah mendengar cerita tersebut, Aji Saka memutuskan untuk pergi ke Medang Kamulan untuk menghentikan perbuatan kejam Prabu Dewata Cengkar. Singkat cerita, sampailah Aji Saka dan Dora dihadapan sang raja. Aji Saka menawarkan dirinya untuk menjadi santapan sang raja. Alangkah senangnya hati Prabu Dewata Cengkar mendapatkan tawaran tersebut. Tapi sebelum menjadi santapan sang raja, Aji Saka mempunyai satu permohonan, ia minta sebidang tanah yang luasnya persis seukuran dengan sorban yang ia kenakan. Prabu Dewata Cengkarpun langsung menyanggupinya. Ia menarik salah satu ujung sorban Aji Saka. Keajaibanpun terjadi, setiap kali sorban tersebut diulur dari kepala Aji Saka, ukurannya terus memanjang dan meluas hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Tanpa disadari oleh Prabu Dewata Cengkar, uluran sorban yang ia tarik telah sampai dipinggir laut Selatan. Seketika itu juga Aji Saka mengibaskan sorbannya, dan menyebabkan Prabu Dewata Cengkar terlempar masuk ke laut, wujudnyapun berubah menjadi buaya putih.

Mendengar kabar kalau Prabu Dewata Cengkar telah dienyahkan dari kerajaan, rakyat Medang Kamulan yang tadinya mengungsi pun kembali ke kerajaan. Selanjutnya mereka sepakat menobatkan Aji Saka sebagai raja di kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Prabu Anom Aji Saka.

Setelah beberapa hari menjadi raja, Aji Saka teringat dengan keris pusakanya. Ia pun memerintahkan kepada Dora untuk mengambil keris pusaka yang disimpan dan dijaga oleh Sembada. Berangkatlah Dora menemui Semabada. Setelah bertemu dengan Sembada, Dora menyampaikan maksud kedatangannya kepada Sembada. Sembada yang masih mematuhi pesan Aji Saka bersikukuh tidak mau memberikan keris pusaka kepada Dora. Dora pun karena diperintah oleh Aji Saka, tetap memaksa untuk mendapatkan keris pusaka tersebut. Akhirnya kedua abdi (cantrik) tersebut bertarung dengan sengitnya. Karena keduanya mempunyai ilmu yang sepadan, pertarunganpun menjadi seimbang, dan pada akhirnya pertarungan itu berakhir dengan mengenaskan. Keduanya sama-sama tewas.

Sementara di kerajaan Medang Kamula, Aji Saka sangat gelisah menunggu kedatangan Dora. Setelah menunggu berapa lama, Dora tidak kunjung datang juga, Aji Saka memutuskan segera menyusul untuk mengetahui keadaan sebenarnya.  Sesampainya di tempat Sembada, ia terkejut menemukan jasad dari kedua abdi (cantrik) nya tersebut. Aji Saka baru menyadari, bahwa kedua abdi (cantrik) nya tersebut tewas karena ingin membuktikan kesetiaannya masing-masing kepada tuan mereka.

Untuk mengenang kesetian kedua abdi (cantrik) nya tersebut, Aji Saka menciptakan aksara Jawa atau yang dikenal juga dengan istilah dhentawyanjana yang berbunyi :


HA               NA               CA               RA               KA 
artinya : ana utusan  (ada utusan)

DA               TA                SA               WA              LA
artinya : padha kekerengan  (sama-sama menjaga pendapat)

PA                DHA             JA                YA              NYA
artinya : padha digdayane  (sama-sama sakti)

MA               GA               BA                THA            NGA
artinya : padha dadi bathange  (sama-sama menjadi mayat)


Semoga bermanfaat.