Di kalangan masyarakat umum istilah hukum adat jarang digunakan, Yang banyak dipakai dalam pembicaraan adalah istilah 'adat' saja. Dengan menyebut kata 'adat' maka yang dimaksud adalah 'kebiasaan', yang pada umumnya harus berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Misalnya dikatakan 'adat Jawa' maka yang dimaksud adalah kebiasaan berperilaku dalam masyarakat Jawa, begitupun jika dikatakan 'adat Minangkabau', 'adat batak', 'adat Bugis', dan sebagainya.
Istilah Hukum Adat berasal dari bahasa Arab, "Huk'm" dan "Adah". Huk'm (jamaknya : Ahkam) artinya suruhan atau ketentuan. Adah atau Adat artinya kebiasaan, yaitu perilaku masyarakat yang selalu terjadi. Jadi Hukum Adat adalah Hukum Kebiasaan.
Di Eropa (Belanda) hukum kebiasaan dan hukum adat itu sama artinya, yang disebut 'gewoonte recht', yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat hukum yang berhadapan dengan hukum perundangan (wattenrecht). Di dalam sejarah perundangan di Indonesia antara istilah 'adat' dan 'kebiasaan' itu dibedakan, sehingga hukum adat tidak sama dengan hukum kebiasaan. Kebiasaan yang dibenarkan (diakui) di dalam perundangan merupakan Hukum Kebiasaan, sedangkan Hukum Adat adalah hukum kebiasaan di luar perundangan.
Di Eropa (Belanda) hukum kebiasaan dan hukum adat itu sama artinya, yang disebut 'gewoonte recht', yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat hukum yang berhadapan dengan hukum perundangan (wattenrecht). Di dalam sejarah perundangan di Indonesia antara istilah 'adat' dan 'kebiasaan' itu dibedakan, sehingga hukum adat tidak sama dengan hukum kebiasaan. Kebiasaan yang dibenarkan (diakui) di dalam perundangan merupakan Hukum Kebiasaan, sedangkan Hukum Adat adalah hukum kebiasaan di luar perundangan.
Adat kebiasaan yang diakui dalam perundangan misalnya ketentuan pasal 1571 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan : "Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat". Selain pasal tersebut, adat kebiasaan yang diakui dalam perundangan juga dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1578, 1583, 1585, 1586, 1602 s, dan lain sebagainya.
Istilah hukum adat yang mengandung arti aturan kebiasaan sudah lama di kenal di Indonesia. Di Aceh, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636) memerintahkan dibuatnya kitab hukum Makuta Alam, dalam kitab ini istilah hukum adat sudah digunakan. Istilah Hukum Adat tersebut dengan tegas dalam kitab Hukum Safinatul Hukkam Fi Takhlisil Khassam (Bahtera bagi semua Hakim dalam menyelesaikan semua yang berkusumat) yang ditulis oleh Jalaluddin bin Syeh Muhammad Kamaludin atas perintah dari Sultan Alaiddin Johan Syah (1781 - 1795) dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara maka Hakim harus memperhatikan Hukum Syarak, Hukum Adat, serta Adat dan Resam.
Istilah tersebut kemudian dicatat oleh Snouck Hurgronye ketia ia melakukan penelitian di Aceh (1891-1892) dengan istilah Belanda yaitu 'Adatrecht', untuk membedakan antara kebiasaan atau pendirian dengan adat yang mempunyai sanksi hukum. Dengan demikian yang dimaksud 'Hukum Adat' adalah adat yang mempunyai sanksi, sedangkan istilah 'adat' yang tidak mengandung sanksi adalah 'kebiasaan yang normatif', yaitu kebiasaan yang berujud aturan tingkah laku yang berlaku di dalam masyarakat. Tapi pada kenyataan di lapangan batasan antara Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan itu tidaklah jelas.
Demikian penjelasan berkaitan dengan istilah hukum adat.
Semoga bermanfaat.