Semiotik sastra bukanlah suatu aliran dalam ilmu sastra, seperti strukturalisme atau ilmu sastra linguistik. Semiotik adalah ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan.
Dari pengertian tersebut, ilmu bahasa pun dapat dinamakan sebagai ilmu semiotik. Bahasa-bahasa yang diciptakan manusia, yang tidak berkembang dengan sendirinya dapat dinamakan sistem lambang. Selain sistem lambang primer, yang tidak berkembang dengan sendirinya, terdapat pula sistem lambang sekunder yang berfungsi dalam rangka sebuah sistem primer. Seperti kita mengartikan sistem lambang sebagai gejala-gejala tertentu berdasarkan sebuah kaidah atau sejumlah kaidah. Kaidah-kaidah ini merupakan sebuah kode, yaitu alasan atau dasar mengapa kita mengartikan suatu gejala, sehingga gejala itu menjadi suatu tanda.
Menurut pandangan semiotik, sastra merupakan sebuah sistem tanda sekunder, semiotik sastra mempelajari bahssa alami yang dipakai dalam sastra, tidak hanya dalam hal bahasa, bahasa Indonesia atau bahsa Inggris, tapi juga sistem-sistem tanda lain untuk menemukan kode-kodenya. Setiap karya sastra bercirikan pemakaian berbagai kode. Jika kita menganalisa sebuah karya sastra, maka sebetulnya kita tidak dapat menentukan berapa kode yang ingin atau harus kita pelajari sambil menganalisa karya sastra yang bersangkutan.
Ada beberapa pendekatan semiotik dalam sastra yang selama ini telah dikenal, diantaranya adalah :
1. Semiotik Sastra Peirce.
Charles Peirce merupakan seorang filsuf berkebangsaan Amerika yang merancang secara sistematik sebuah teori tentang tanda. Manusia berkomunikasi lewat tanda-tanda. Tanda-tanda bahasa hanya merupakan salah satu kelompok tanda yang dipergunakan untuk berkomunikasi. Kata-kata, kalimat-kalimat, dan teks-teks termasuk dalam tanda-tanda bahasa tersebut. Menurut Peirce, ada tiga faktor yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu :
Tanda itu merupakan suatu gejala yang dapat diserap atau suatu gejala yang lewat penafssran dapat diamati. Antara tanda pertama dengan apa yang ditandai terdapat suatu hubungan representasi atau saling mewakili. Unsur kenyataan yang diwakili oleh tanda dinamakan obyek atau denotatum. Interpretasi merupakan suatu tanda baru, yaitu sesuatu yang dibayangkan oleh si penerima tanda saat ia menerima atau mengamati tanda pertama tersebut. Tanda dan representasi bersama-bersama menunjukkan interpretasi atau tafsiran. Hasil interpretasi ini oleh Peirce disebut interpretant. Contoh interpretant dalam sastra adalah ringkasan sebuah teks sastra.
Dalam penerapan semiotik sastra Peirce terhadap ilmu sastra sering disebut dengan ikonisitas, di mana konsep tersebut oleh Peirce diberi tempat dalam tipologi tandanya. Hubungan antara tanda dan denotatumnya biasanya hanya berdasarkan konvensi atau kesepakatan. Tanda yang disepakati atau dibentuk berdasarkan konvensi, oleh Peirce dinamakan simbol.
2. Semiotik Sastra Lotman.
Joeri Lotman merupakan tokoh semiotik sastra dari Rusia. Menurut Lotman, perbedaan antara bahasa sehari-hari dan bahasa sastra disebabkan karena fungsi ikonisitas dalam sastra. Tahap-tahap formal dalam teks menggambarkan isisnya. Lotman berpandangan, bahwa seni adalah salah satu cara manusia menjalin hubungan dengan dunia di sekitarnya. Seni merupakan suatu sistem tanda-tanda yang menerima informasi, menyimpannya, lalu mengalihkannya. Sebuah karya seni merupakan sebuah teks. Hal ini berlaku untuk bagi setiap bentuk kesenian. Setiap cabang kesenian dapat dipandang sebagai suatu bahasa, dan karya-karya sastra merupakan teks-teks dalam bahasa alami.
Oleh Lotman, sastra dan cabang-cabang seni lainnya disebut sistem sekunder, karena tersusun menurut cara bahasa alami. Dalam seni bahasa dan non bahasa terdapat kaitan-kaitan paradigmatik dan sytagmatik, sama seperti dalam bahsa alami. Dengan bahan yang diambil dari bahasa alami, seorang sastrawan membuat struktur-struktur artistik bahasa, yang menurut Lotman, dengan begitu ia dapat menyampaikan informasi-informasi yang tidak dapat disampaikan jika ia hanya menggunakan unsur-unsur asasi dari struktur bahasa saja.
Selain mempelajari hubungan-hubungan intratekstual dalam sebuah katya sastra, Lotman juga mempelajari hubungan ekstratekstual dalam karya sastra. Bagi Lotman, analisa teks secara intratekstual merupakan titik pangkal dan tugas utama bagi ilmu sastra. Lotman berpendapat bahwa antara unsur-unsur formal dan unsur-unsur semantik terdapat suatu hubungan ikonis. Sehingga jika mempelajari hubungan antara teks dan apa yang berada di luar teks, yaitu hubungan ekstratekstual, maka kita dapat membedakan antara hubungan sastra dan non sastra. Dalam hubungan sastra, kita dapat membandingkan sebuah karya sastra dengan karya sastra lain dari pengarang yang sama, dan karya sastra tersebut dapat dilihat dalam hubungannya dengan model karya sastra lain yang merupakan ciri-ciri periode tertentu dari karya sastra. Sedangkan hubungan non sastra dapat diadakan berdasar riwayat hidup si pengarang, dengan keadaan jaman ketika karya sastra tersebut ditulis, dan dengan kenyataan yang dicerminkan dalam karya sastra tersebut.
Konsep-konsep yang diperkenalkan, baik oleh Peirce maupun oleh Lotman merupakan alat-alat yang berguna untuk meneliti fungsi teks-teks sastra, hubungan antara teks-teks dan hubungan dengan sistem-sistem sastra.
Semoga bermanfaat.