Pembagian Dan Penggolongan

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Pembagian dimulai dari suatu keseluruhan dan melalui proses yang logis bergerak menurun ke dalam bagian-bagian yang semakin lama semakin kecil sampai tercapainya bagian yang terendah. Maka penggolongan adalah sebaliknya. Penggolongan bergerak ke arah yang sebaliknya, yaitu dari fakta-fakta, kejadian-kejadian, barang-barang, atau proses-proses alam kodrat individu yang beraneka ragam coraknya, menuju ke arah keseluruhan yang sistemastis dan bersifat umum sampai tercapainya genus yang tertinggi. Pembagian lebih erat hubungannya dengan proses yang semata-mata bersifat formal dalam mengikuti prinsip-prinsip tertentu, sedangkan penggolongan lebih bersifat empiris serta induktif.

Pembagian maupun penggolongan, keduanya erat hubugannya dengan definisi, yaitu dalam hal bahwa pemahaman yang jelas tentang arti sebuah istilah itu sangat diperlukan untuk mengetahui apakah sesuatu obyek tertentu itu masuk dalam istilah tersebut atau tidak. Di samping itu juga untuk mengetahui apakah barang sesuatu itu, merupakan sifat hakekat definisi, berarti dapat menggolong-golongkan barang sesuatu itu secara sistematis dalam hubungannya dengan obyek-obyek yang lain.

Hukum-hukum tentang penggolongan menurut Herbert L. Searles adalah sama dengan hukum-hukum tentang pembagian, namun macam-macamnya penggolongan berbeda dengan macam-macamnya pembagian. 

Hukum-hukum penggolongan, yaitu :

  1. Dengan mentaati hukum bahwa harus hanya ada satu azas penggolongan berarti dapat terjamin diperolehnya susunan yang logis dan menghindari terdapatnya penggolongan bersilang.
  2. Hukum bahwa suatu penggolongan itu harus sampai tuntas merupakan harapan yang hanya untuk sebagian dapat dipenuhi dalam bidang yang bertambah luas seperti ilmu-ilmu sosial atau di dalam ilmu yang dinamis, seperti biologi, botani, dan zoologi.  Penggolongan dari ilmu-ilmu tersebut yang tidak lengkap baru merupakan suatu kekurangan apabila ilmunya telah menjadi sistematis serta saling berhubungan dan hukum-hukum yang mengatur proses evolusi telah diketahui.
  3. Hukum yang mengatakan bahwa spesies-spesies yang merupakan bagian-bagian yang menyusun genus harus terpisah antara yang satu dengan yang lainnya di dalam suatu penggolongan merupakan suatu harapan yang hanya akan dapat dicapai sejauh sifat-sifat spesies, dan berhubungan dengan itu anggota-anggota berbagai spesies tersebut telah diketahui.

Dalam mengadakan pembagian macam-macam penggolongan yang menjadi pedoman adalah sifat bahan-bahan yang akan digolong-golongkan dan maksud yang dikandung oleh orang yang mengadakan penggolongan. Kedua segi itu dapat dipakai untuk mengadakan pembedaan yang biasanya dinamakan penggolongan kodrati dan penggolongan buatan
  1. Penggolongan hayati ditentukan oleh susunan kodrati, sifat-sifat, dan atribut-atribut yang dapat ditemukan dari bahan-bahan yang tengah diselidiki. Misalnya saja penggolongan kodrati dari tumbuh-tumbuhan akan didasarkan atas sistem philogenetika, atau sistem keturunan bersama.
  2. Penggolongan buatan ditentukan oleh sesuatu maksud yang praktis dari seseorang. Seperti untuk mempermudah penanganannya dan untuk menghemat waktu serta tenaga.
  3. Di antara dua penggolongan tersebut, terdapat bentuk penggolongan perantara yang tidak sepenuhnya kodrati dan juga tidak sepenuhnya buatan, yang coraknya mungkin dapat ditemui dalam suatu bidang yang baru atau yang untuk sebagian berkembang seperti ilmu-ilmu sosial. Corak perantara ini kadang-kadang dinamakan penggolongan diagnostik. Misalnya, seorang polisi mengolong-golongkan peristiwa-peristiwa kejahatan yang terjadi di daerah penugasannya hanya berdasarkan atas waktunya, tempatnya, orang-orang yang terlibat, dan sifat-sifat pelanggaran hukumnya, untuk dicatat dalam buku daftar di kantor kepolisian setempat untuk dapat digunakan di kemudian hari.

Sehingga dapatlah diambil kesimpulan bahwa jika yang menjadi pedoman penggolongan adalah maksud untuk mempermudah pekerjaan, dan lain-lain, maka penggolongannya bersifat buatan. Apabila yang menjadi pedoman penggolongan bersifat menjajagi dan belum selesai, maka penggolongan harus dipandang  bersifat diagnostik. Sedangkan  apabila yang menjadi pedoman penggolongan berdasarkan asal usul atau ciri-ciri yang merujuk pada suatu ras atau susunan spesies tertentu, maka penggolongan tersebut dapat dipandang sebagai penggolongan kodrati.

Semoga bermanfaat.