Dr. Saharjo, SH

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Saharjo, lahir di Surakarta, pada tanggal 26 Juni 1909.  Beliau merupakan anak dari R. Ngabei Sastroprayitno, seorang abdi dalem Keraton Surakarta. Selama hidupnya beliau banyak berjasa dalam membenahi dan membangun sistem hukum di Indonesia. Beliau jugalah yang mengenalkan pohon beringin sebagai lambang kehakiman di Indonesia.

sumbetr : wikipedia.com
Seperti halnya kebanyakan anak muda pada waktu itu, Saharjo juga bercita-cita sebagai dokter. Setamat pendidikan di Europese Lagere School, sekolah dasar khusus anak-anak Belanda dan anak-anak Indonesia dari kalangan bangsawan dan pegawai pemerintahan di Surakarta,  beliau melanjutkan studinya di sekolah kedokteran STOVIA di Jakarta. Hanya saja sebelum menyelesaikan pendidikannya di STOVIA, beliau pindah ke AMS (Sekolah Menengah Atas) jurusan Ilmu Pasti dan Alam. 

Setelah menamatkan pendidikannya di AMS tahun 1927, Saharjo bekerja sebagai tenaga pengajar atau guru di Perguruan Rakyat yang berlokasi di gang Kenari Jakarta, sebuah sekolah nasional pada waktu itu. Selama masa kolonial, Perguruan Rakyat banyak mendapatkan tekanan dan ancaman dari pemerintah Belanda. Tapi beliau tidak pernah takut, beliau tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai guru di Pergutruan Rakyat.. Selain aktif sebagai guru, sebagaimana halnya anak-anak muda terpelajar lainnya, yang mencita-citakan kemerdekaan Indonesia, Saharja juga aktif di dunia politik, beliau bergabung dalam Partai Indonesia. Bahkan karena kepandaian yang beliau miliki, beliau diangkat sebagai anggota pengurus besar Partai Indonesia.

Kesibukannya dalam mengajar dan dalam kegiatan berpolitik, tidak lantas menyurutkan niat belajarnya. Di tengah-tengah kesibukannya tersebut, pada tahun 1933, beliau melanjutkan pendidikannya di Rechts Hooge School atau Fakultas Hukum. Pada tahun 1941, Saharjo berhasil menamatkan pendidikan hukumnya, dan meraih gelar Sarjana Hukum. Sejak saat itulah beliau aktif dan lebih fokus terhadap pembangunan hukum di Indonesia.


Pada saat pendudukan Jepang di Indonesia, Saharjo diangkat sebagai wakil Hooki Kyokoyu  atau Kepala Kantor Kehakiman. Dan atasan beliau waktu itu adalah Prof. Supomo, SH. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Saharjo bergabung dan menjadi bagian dari Gabungan Ahli Hukum Indonesia yang dipimpin oleh Supomo. Tugas dari organisasi ini adalah menyusun perencanaan  organisasi departemen-departemen Pemerintah Republik Indonesia. Bersama dengan Supomo, beliau dipercaya duduk dalam Panitian Perencana yang bertugas merumuskan pasal demi pasal UUD 1945.

Setelah Indonesia merdeka, keahlian beliau dalam bidang hukum semakin diakui. Saharjo banyak berjasa dalam menerapakan ilmu hukum dalam kehidupan bangsa Indonesia. Jasa-jasa beliau dalam bidang hukum di Indonesia di antaranya adalah :

  • Menyumbangkan pemikirannya dalam pembentukan Undang-Undang WNI pada tahun 1947.
  • Pembentukan Undang-Undang Pemilihan Umum pada tahun 1953.
  • Mengenalkan pohon beringin sebagai lambang kehakiman (hukum). Beliau menolak Dewi Keadilan, yang biasa dijadikan lambang keadilan di negara-negara lain. Beliau mengenalkan bohon beringin sebagai lambang pengayoman (perlindungan) kepada masyarakat yang mendambakan keadilan hukum tanpa meminta balas jasa. Ide Saharjo tentang pohon beringin diterima dalam Seminar Hukum Nasional tahun 1963. Dan mulai saat itulah, pohon beringin yang dilukis oleh pelukis Derachman, resmi ditetapkan sebagai lambang Kehakiman dan Kejaksaan.
  • Mengganti istilah penjara dengan Lembaga Pemasyarakatan, ide Saharjo tentang istilah Lembaga Pemasyarakatan ini diterima dalam Konferensi Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 di Bandung.
  • Mengganti istilah orang hukuman dengan nearapidana.

Selama hidupnya beliau banyak mengabdikan dirinya dalam pembangunan hukum di Indonesia. Selain pernah menjadi Kepala Kantor Kehakiman pada masa pendudukan Jepang, beliau juga pernah menduduki jabatan sebagai : 


  • Kepala Bagian Hukum Tata Negara.
  • Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman.
  • Menteri Muda Kehakiman dalam Kabinet Kerja I.
  • Merteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja II.
  • Wakil Menteri pertama bidang dalam negeri.

Beliau meninggal dunia pada tanggal 13 Nopember 1963, di usianya yang ke 54 tahun, karena penyakit pendarahan otak. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Nasional Kalibata Jakarta. Tidak saja dikenal sebagai seorang ahli hukum, Saharjo juga dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana. Atas jasa-jasanya dalam pembangunan hukum di Indonesia tersebut, Universitas Indonesia, pada tanggal 5 Juli 1963, memberikan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dalam bidang Ilmu Hukum. Selanjutnya Pemerintah Indonesia menganugerahi Satya Lencana Kemerdekaan, dan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 145 Tahun 1963, tanggal 19 Nopember 1963, menganugerahi gelar kepada Saharjo sebagai Pahlawan Nasional.


Semoga bermanfaat.