Pembuatan Perjanjian Internasional Menurut Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Perkembangan dunia yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan intensitas hubungan dan interdependensi antar negara. Sejalan dengan peningkatan hubungan tersebut, maka makin meningkat pula kerja sama internasional yang dituangkan dalam beragam bentuk perjanjian internasional

Dalam melaksanakan politik luar negeri guna kepentingan nasional, Pemerintah Republik Indonesia melakukan berbagai upaya termasuk membuat perjanjian internasional dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek-subyek hukum internasional lainnya. Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional melibatkan berbagai lembaga negara dan lembaga pemerintah berikut perangkatnya. Agar tercapai hasil yang maksimal, diperlukan adanya koordinasi di antara lembaga-lembaga yang bersangkutan. Untuk tujuan tersebut, diperlukan adanya suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur secara jelas dan menjamin kepastian hukum atas setiap aspek pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional. Untuk keperluan itulah pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Dalam Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2000 tersebut, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan :
  • Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.

Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui cara-cara sebagai berikut :
  • penandatanganan.
  • pengesahan.
  • pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik.
  • cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional, maksudnya adalah keterikatan secara otomatis pada perjanjian internasional apabila pada masa tertent tidak menyampaikan notifikasi tertulis untuk menolak keterikatannya pada suatu perjanjian internasional.

Menteri memberikan pertimbangan politis dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal yang menyangkut kepentingan publik. Sebagai pelaksana hubungan luar negeri dan politik luar negeri, menteri juga terlibat dalam setiap proses pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, khususnya dalam mengoordinasikan langkah-langkah yang peru diambil untuk melaksanakan prosedur pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional.

Pembuatan Perjanjian Internasional. Pemerintah Republik Indonesia membuat perjanjian internasional dengan satu negara atau lebih, organisasi internasional, atau subyek hukum internasional lain berdasarkan kesepakatan, dan para pihak berkewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia :
  • berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan mempertahankan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku.
  • terlebih dahulu harus menetapkan posisi Pemerintah Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman delegasi  Republik Indonesia. 
Yang dimaksud dengan subyek hukum internasional lain tersebut adalah suatu entitas hukum yang diakui oleh hukum internasional dan mempunyai kapasitas membuat perjanjian internasional dan mempunyai kapasitas membuat perjanjian internasional dengan negara. 

Pedoman delegasi Republik Indonesia yang perlu mendapat persetujuan menteri, memuat hal-hal sebagai berikut :
  • latar belakang permasalahan.
  • analisis permasalahan ditinjau dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain dapat mempengaruhi kepentingan nasional Indonesia.
  • posisi Indonesia, saran, dan penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.

Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh menteri atau pejabat laun sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing. Sedangkan terhadap lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi mengenai rencana tersebut dengan menteri. Yang dimaksud dengan :
  • Lembaga Negara adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, serta Mahkamah Agung yang fungsi dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
  • Lembaga Pemerintah adalah lembaga eksekutif termasuk Presiden, departemen/instansi dan badan-badan pemerintah lain, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Badan Tenaga Atom Nasional, yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Badan-badan independen lain yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tidak termasuk dalam pengertian lembaga pemerintahan.

Tahapan Pembuatan Perjanjian Internasional. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
  • tahap penjajakan. Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak (pihak-pihak) yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
  • tahap perundingan. Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
  • tahap perumusan naskah. Merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.
  • tahap penerimaan. Merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut "penerimaan" yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Sedangkan dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara atas perubahan perjanjian internasional.
  • tahap penandatanganan. Merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan untuk perjanjian multilateral, penanda-tanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai pihak yang terikat dalam perjanjian internasional. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan (ratification/accession/acceptance/approval).

Penanda-tanganan suatu perjanjian internasional mengandung arti :
  • persetujuan atas naskah perjanjian internasional yang telah dihasilkan dan/atau merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri secara definitif sesuai dengan kesepakatan para pihak. 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penanda-tanganan suatu perjanjian internasional tidak sekaligus berarti sebagai pengikatan diri pada perjanjian tersebut. Oleh karena, penanda-tanganan suatu perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan, tidak mengikat para pihak sebelum perjanjian tersebut disahkan.

Surat Kuasa dan Surat Kepercayaan Dalam Perjanjian Internasional. Menurut Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 2000, yang dimaksud dengan surat kuasa dan surat kepercayaan dalam perjanjian internasional adalah : 
  • Surat Kuasa (Full Powers) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau menteri yang memberikan kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menandatangani atau menerima naskah perjanjian, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian, dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional.
  • Surat Kepercayaan (Credentials) adalah surat yang dikeluarkan oleh Presiden atau menteri yang memberi kuasa kepada satu atau beberapa orang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia untuk menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional.

Seseorang yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia, dengan tujuan menerima atau menanda-tangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan diri pada perjanjian internasional, memerlukan surat kuasa, kecuali :
  • Presiden.
  • Menteri.
Hal tersebut, mengingat kedudukan Presiden sebagai kepala negara/kepala pemerintahan dan kedudukan Menteri Luar Negeri sebagai pembantu Presiden dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan di bidang hubungan luar negeri, Presiden dan Menteri Luar Negeri tidak memerlukan surat kuasa dalam menanda-tangani suatu perjanjian internasional. Dalam praktek, surat kuasa pada umumnya diberikan oleh Menteri Luar Negeri kepada pejabat Indonesia, termasuk kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia guna menanda-tangani, menerima naskah, menyatakan persetujuan negara untuk mengikatkan diri pada perjanjian dan menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan perjanjian internasional. Khusus dalam hal pinjaman luar negeri, menteri mendelegasikan kepada Menteri Keuangan.
  • Surat kuasa dimaksud tidak dibutuhkan untuk penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerja sama teknis sebagai pelaksana dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemrintah, baik departemen maupun non departemen.

Sedangkan satu atau beberapa orang menghadiri, merundingkan, dan/atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional memerlukan surat kepercayaan. Surat kuasa dapat diberikan secara terpisah atau disatukan dengan surat kepercayaan, sepanjang dimungkinkan, menurut ketentuan dalam suatu perjanjian internasional atau pertemuan internasional. Praktek penyatuan surat kuasa dan surat kepercayaan biasanya terjadi dalam prosedur pembuatan dan pengesahan perjanjian multilateral yang diikuti oleh banyak pihak. Praktek semacam ini hanya dimungkinkan apabila telah disepakti dalam konferensi yang menerima suatu perjanjian internasional dan ditetapkan oleh perjanjian internasional tersebut.

Pensyaratan dan Pernyataan dalam Perjanjian Internasional. Dalam pembuatan perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia dapat melakukan pensyaratan dan/atau pernyataan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian internasional tersebut. Yang dimaksud dengan pensyaratan dan pernyataan adalah sebagai berikut :
  • Pensyaratan (Reservation) adalah pernyataan sepihak suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional, dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral.
  • Pernyataan (Declaration) adalah pernyataan sepihak suatu negara tentang pemahaman atau penafsiran mengenai suatu ketentuan dalam perjanjian internasional, yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan suatu perjanjian internasional yang bersifat multilateral, guna memperjelas makna ketentuan tersebut dan tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi hak dan kewajiban negara dalam perjanjian internasional.

Pensyaratan dan pernyataan yang dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian internasional harus ditegaskan kembali pada saat pengesahan perjanjian tersebut. Penegasan kembali tersebut dituangkan dalam instrumen pengesahan seperti piagam ratifikasi atau piagam aksesi. Pensyaratan dan pernyataan yang ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis atau menurut tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian internasional. Maksudnya adalah dengan pensyaratan dan pernyataan terhadap suatu ketentuan perjanjian internasional, Pemerintah Republik Indonesia secara hukum tidak terikat pada ketentuan tersebut.

Pensyaratan dan pernyataan dilakukan atas perjanjian internasional yang bersifat multilateral dan dapat dilakukan atas suatu bagian perjanjian internasional sepanjang pensyaratan dan pernyataan tersebut tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan dibuatnya perjanjian internasional dimaksud. Sehingga dapat dikatakan bahwa pensyaratan hanya dapat dilakukan apabila tidak dilarang oleh  perjanjian internasional tersebut.

Semoga bermanfaat.